Rasionalisme dalam Pandangan Teori Hubungan Internasional

iklan1
Rasionalisme dalam Pandangan Teori Hubungan Internasional
            Hubungan Internasional sebagai sebuah studi selalu memiliki
perkembangan-perkembangan yang dinamis seiring dengan berjalannya waktu. Begitu juga teori-teori yang dipelajari di dalamnya, terinspirasi dari berbagai macam perubahan-perubahan sosial yang terjadi pada masa-masa tertentu. Teori yang diambil dalam studi Hubungan Internasional juga  tidak terlepas dari teori-teori yang berhubungan dengan masyarakat dalam lingkup internasional. Selain menyerap teori tentang marxisme dari studi Sosiologi, Hubungan Internasional juga memasukkan teori–teori lain tentang masyarakat ke dalam lingkup pembelajarannya. Perspektif selanjutnya yang dianggap sesuai dengan keadaan masyarakat internasional dalam studi Hubungan Internasional adalah perspektif rasionalisme, sehingga rasionalisme dipilih untuk akhirnya dikaji lebih dalam studi Hubungan Internasional.
            Keberadaan rasionalisme tidak terlepas dengan English Shcool yang mengkaji pemikiran-pemikiran realisme, rasionalisme, serta revolutionalisme. Masing-masing dari ketiga pandangan tersebut memiliki asumsi yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam English School¸ realisme memiliki asumsi-asumsi tentang sistem internasional yang ada di dunia. Realisme disebut juga Hobbesian, mengilhami dari nama Thomas Hobbes yang memiliki andil besar dalam realisme. Berbeda dengan realisme, rasionalisme memfokuskan kajiannya pada international society atau masyarakat internasional. Nama Hugo Grotius dipilih rasionalisme atas gagasannya tentang masyarakat internasional, sehingga perspektif ini disebut juga sebagai Grotian. Sedangkan revolusionalisme memiliki asumsi yang berbeda pula dari kedua perspektif sebelumnya, yaitu lebih menitikberatkan pada masyarakat dunia. Revolusionalisme disebut juga Kantian, karena dianggap mengikuti pola pemikiran Immanuel Kant (Linklater&Suganami, 2006).  Dalam ketiga perspektif tersebut, rasionalisme mengambil alih sebagai via media antara realisme dan revolusionalisme, yang mengindikasikan bahwa rasionalisme berada di tengah kedua perspektif tersebut (Burchill&Linklater, 1996).
            Teori rasionalisme sendiri adalah teori yang pertama kali dicetuskan oleh Roy Jones pada sekitar tahun 1981. Teori rasionalisme terilhami oleh pemikiran para kaum cendekiawan Inggris tentang keberadaan masyarakat pre-dominan. Teori yang juga biasa disebut dengan Grotian ini mengambil sisi-sisi dari pemikiran realisme dan liberalisme, namun tidak sepenuhnya diserap ke dalam perspektifnya (Linklater&Suganami, 2006). Dalam hal ini, rasionalisme perpendapat sama dengan kaum realis dengan meyakini adanya sistem anarki. Selain itu, rasionalisme juga searah dengan liberalisme yang menganggap penyebab kegagalan sistem internasional adalah keegoisan tentang prinsip-prinsip kesetaraan dan kebebasan. Rasionalisme yang tidak sepenuhnya menempatkan diri pada salah satu perspektif tersebut memiliki analisa tersendiri dalam polanya yang berfokus pada masyarakat internasional (Burchill&Linklater, 1996). Jika ditinjau dari segi kemunculannya, ada dua pendapat berbeda mengenai awal mula kelahiran perspektif  rasionalisme. Pendapat yang pertaman menyatakan bahwa rasionalisme pertama kali muncul di Inggris, tepatnya di Departemen Hubungan Internasional, London School of Economics. Teori ini muncul dibawah kepemimpinan C. A. W. Manning dengan fokus pembelajaran pada saat itu adalah tentang sistem masyarakat anarki sebuah negara yang menjadi kerangka dalam sistem politik dunia. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa pemikiran ini berawal dari sebuah gagasan tentang masyarakat negara atau Society of State  yang ditemukan pada British Committee on the Theory of International Politics dibawah kendali Herbert Butterfield (Linklater&Suganami, 2006).
            Jika ditinjau ulang, dapat diketahui bahwa perspektif rasionalisme berangkat dari asumsi bahwa negara mampu menciptakan harmoni meskipun pada kenyataannya sistem anarki masih tetap hidup. Dalam rasionalisme, sistem anarki yang digunakan adalah masyarakat negara. Dalam konteks ini, rasionalisme memiliki cara tersendiri yang dibagi menjadi dua pokok. Pokok pertama menjelaskan bahwa rasionalisme lebih tertuju dengan konsep bagaimana cara negara mengatur kekuasaan dalam sistem anarki. Pokok kedua menegaskan keberadaan kaum rasionalis yang berpendapat bahwa negara tidak boleh diterima apa adanya. Menurut Bull (dalam Burchill&Linklater, 1996), sistem internasional dan masyarakat internasional. Sistem internasional  adala sebuah sistem yang akan terbentuk ketika dua atau lebih negara memiliki hubungan yang inten dan saling memiliki ketergantungan satu dengan yang lain. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya pengaruh keputusan satu negara ke negara-negara lainnya. Sedangkan masyarakat internasional adalah masyarakat yang ada dalam lingkup antar negara yang terikat oleh serangkaian peraturan umum dalam lingkup internasional. Hal ini penting untuk dibedakan melihat dari pentingnya tinjauan terhadap masyarakat internasional yang cenderung berubah-ubah (Burchil&Linklater, 1996). Rasionalisme memandang perlunya sebuah kerjasama antar negara yang mampu menciptakan ketergantungan satu dengan yang lain, sehingga setiap negara akan berfikit ulang untuk melakukan konflik atau perang. Dengan adanya kondisi yang sedemikian rupa, perdamaian dunia akan mampu diwujudkan (Wardhani, 2014).
            Pendapat lain yang disampaikan oleh Bull (dalam Linklater&Suganami, 2006) adalah tentang masyarakat internasional yang dibagi menjadi masyarakat pluralisme dan solidarisme. Perbedaan tersebut terletak pada keadaan masyarakat pluralisme yang tersusun dalam keteraturan kerangka institusional yang bersifat internasional yang ditujukan untuk masyarakat negara-negara yang beragam. Sedangkan masyarakat solidarisme dipandang dari solidaritas masyarakat internasional yang telah termasnifestasi dalam lingkup internasional. Solidaritas tersebut dapat dilihat dari tingkat kepatuhan terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan bersama oleh negara-negara yang bersangkutan. Bull menambahkan tentang adanya konsep pluralis yang menyatakan bahwa negara hanya akan menunjukkan solidaritas untuk memperoleh persetujuan akan hal-hal tertentu (Burchill&Linklater, 1996). Asumsi ini memperlihatkan keadaan pluralisme yang bertentangan dengan solidarisme secara konseptual.
Terlepas dari berbagai asumsi yang dikemukakan oleh rasionalisme, English School mendapat beberapa kritik dari para akademisi studi Hubungan Internasional. Kritik tersebut berkenaan dengan ketidakpadaan dalam penggabungan teori realisme dan liberalisme yang bertolak belakang. Kritik selanjutnya adalah tentang pernyataan yang menjelaskan adanya kesamaan identitas negara, sedangkan telah diketahui bahwa setiap negara tentu memiliki identitas yang berbeda-beda dengan negara yang lain. Kritik ini akhirnya berimbas pada konsep world society atau masyarakat dunia yang kemudian berhenti dalam proses perkembangannya. Selain itu, English School juga dianggap tidak memiliki batasan-batasan yang jelas dalam lingkup kajiannya (Wardhani, 2014).
            Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa rasionalisme adalah perspektif yang pertama kali dicetuskan oleh Roy Jones pada sekitar tahun 1981. Perspektif ini disebut juga sebagai Grotian, mengambil dari nama Hugo Grotius sebagai pencetus kajian masyarakat internasional. Rasionalisme tidak terlepas dari keberadaan English School yang mengkaji perspektif rasionalisme secara lebih dalam serta menjelaskan keberadaannya di antara perspektif realisme dan revolutionalisme, yaitu sebagai via media. Rasionalisme memiliki dua pokok penting yang berbeda dengan perspektif yang lahir sebelumnya. Pokok pertama tentang konsep negara mengatur kekuasaan dalam sistem anarki dan pokok kedua menegaskan tentang keberadaan kaum rasionalis yang berpendapat bahwa negara tidak boleh diterima apa adanya. Selain itu, rasionalisme juga membagi masyarakat menjadi dua jenis, yaitu masyarakat pluralisme dan solidarisme. Rasionalisme juga mendapat kritik tentang asumsinya yang mengambil dari dua perspektif yang saling bertolak belakang, yaitu realisme dan liberalisme. Kritik yang lain adalah tentang world society dan juga batasan kajian yang tidak cukup jelas.

0 Response to "Rasionalisme dalam Pandangan Teori Hubungan Internasional"

Post a Comment