Mediasi dalam Negosiasi

iklan1
Mediasi dalam Negosiasi
          Negosiasi sebagai sebuah proses diplomasi antara pihak satu dengan pihak yang lainnya tentu tidak selamanya berjalan dengan
baik. Ada kalanya sebuah negosiasi mengalami hasil buntu ataudeadlock yang berujung pada ketidakpuasan masing-masing pihak atas apa yang telah dihasilkan dari proses negoasiasi tersebut. Mediasi menjadi salah satu hal solutif yang berguna ketika negosiasi mengalalmi deadlock. Ditinjau dari berbagai sumber, mediasi merupakan suatu kegiatan yang dalam pelaksanaannya melibatkan pihak ketiga sebagai penengah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mediasi dapat diartikan sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga sebagai penasehat ke suatu permasalahan dalam upaya penyelesaian. Dalam pelibatan ini, seorang yang melakukan mediasi, atau biasa disebut dengan mediator, haruslah netral dan dipilih oleh kedua belah pihak. Sehingga proses mediasi yang dilaksanakan melalui mufakat yang tidak condong ke salah satu pihak, karena mediator juga tidak memiliki kewenangan untuk memaksakan suatu pilihan tertentu  (http://www.pta-bandung.go.id, t.t).
          Mediator sebagai pihak ketiga merupakan pihak terpilih yang tidak dapat diisi oleh sembarang orang. Mediator memiliki tugas untuk ikut serta dalam menyelesaikan permaslahan para negosiator. Hal ini dimaksudkan agar pihak yang bernegosiasi segera memperoleh hasil akhir yang disepakati. Sehingga, dalam pelaksananaan tugasnya, mediator haruslah orang yang netral dari pihak-pihak yang sedang melakukan negosiasi. Karena berfungsi sebagai penengah, mediator juga merupakan seorang yang berwawasan luas dan berkeadilan tinggi (upnjatim.ac.id, t.t).  Hal tersebut diperlukan bagi mediator karena ia akan memiliki peran ganda selain menjadi penengah para negosiator, di antaranya adalah sebagai katalisator, pendidik, narasumber, penyampai pesan, dan juga pemimpin. Madiator sebagai katalisator menunjukkan bahwa mediator sebagai pihak yang dipercaya oleh para negosiator diharapkan mampu membawa para negosiator kepada kesepakatan yang damai serta menciptakan persengketaan yang kondusif (upnjatim.ac.id, t.t). Sedangkan mediator sebagai pendidik dimaksudkan bahwa seorang negosiator hendaknya bersifat layaknya pendidik, yaitu mengetahui dan memahami kehendak serta aspirasi dari para negosiator yang bersengketa. Mediator diharapkan dapat mengakomodasi kepentingan dari para pihak terkait (upnjatim.ac.id, t.t). Peran narasumber dimiliki oleh negosiator karena negosiator menjadi tempat bagi para pihak yang bersengketa untuk bertanya dan meminta berbagai informasi yang dibutuhkan terkait persengketaan yang terjadi. Dengan demikian, biasanya mediator dipilih dari seorang yang memiliki tingkatan atau kekuasaan lebih dari pihak-pihak yang sedang bersengketa, sehingga apa yang dilakukan oleh mediator terhindar dari rasa takut dan dapat bersikap bijak dan adil. Selain itu, posisi dengan pengetahuan yang lebih juga biasanya dimiliki oleh seorang yang memiliki tingakatan lebih atas (upnjatim.ac.id, t.t). Fungsi lain mediator adalah sebagai penyampai pesan. Mediator memiliki tugas untuk menyampaikan pesan dari pihak masing-masing pihak, dari pihak satu ke pihak yang lain. Dapat dikatakan mediator berfungsi sebagai jalur komunikasi antara pihak-pihak yang sedang bertikai, sehingga semua informasi masuk dan keluar melaluinya (upnjatim.ac.id, t.t). Fungsi lain mediator yang terkahir adalah pemimpin. Hal ini diperlukan karena nmediator harus mampu menjadi tegas dalam pengambilan keputusan. Mediator juga harus berani untuk mendorong berjalannya proses persengketaan dengan berbagai inisiatif dan kerangka waktu yang sudah dirancang. Dengan demikian, proses persengketaan dalam negosiasi akan cepat dan tepat terselesaikan dengan adanya mediasi (upnjatim.ac.id, t.t).
          Menurut Esser dan Mariot (1995 dalam Lewick, 1999: 476), mediasi dalam pelaksananaannya dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu content mediation, issue identification, dan, positive framing of the issue. Masing-masing dari mediasi tersebut memiliki cara yang berbeda dalam penyelesaian permasalahan yang dihadapi. Content mediation merupakan tipe mediasi dengan mediator yang berupaya membantu negosiator untuk kembali kepada tawar-menawar guna mencapai kesepakatan bersama. Mediator berupaya untuk mengarahkan para negosiator ke tujuan awal dengan membahas akar permasalahan dan tujuan diadakannya negosiasi. Sehingga mediasi tipe ini serinh dilakukan untuk membantu para negosiator yang melakukan trade-offs (Lewicki, 1999: 476). Tipe yang kedua adalah issue identification, berbeda dengan tipe sebelumnya tipe ini cenderung membiarkan para negosiator untuk memprioritaskan isu yang dipilih. Tugas mediator pada tipe ini adalah untuk kembali mengingatkan para negosiator tentang isu yang diprioritaskan untuk dinegosiasikan. Dengan demikian, masing-masing pihak akan melihat kembali isu pada satu titik untuk kemudian mencari penyelesaian masalah dan kesepakatan (Lewicki, 1999: 476). Tipe yang terakhir adalah positive framing of the issue, yaitu mediasi yang mencoba memfokuskan permasalahan pada hasil atau output yang ingin dicapai oleh para negosiator. Hal ini diharapkan dapat mempermudah para negosiator untuk mencapai kesepakatan bersama, karena mengingat tujuan awa dari negosiasi tentu adalah tentang hasil apa yang akan dicapai (Lewicki, 1999: 476).
         Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam negosiasi ada kalanya kesepakatan yang dicapai tidak menghasilkan kepuasan atau bahkan mengalami deadlock, sehingga dibutuhkan mediasi untuk mengatasi permasalahn tersbut. Mediasi sendiri daat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dalam pelaksanaannya melibatkan pihak ketiga sebagai penengah. Mediasi dilakukan seorang yang netral dari berbagai pihak dan juga adil, yang biasa disebut sebagai mediator. Dalam melaksanakan tugasnya, mediator memiliki fungsi lain sebagai katalisator, katalisator, pendidik, narasumber, penyampai pesan, dan juga pemimpin. Sedangkan tipe mediasi ada tiga, yaitu content mediation, issue identification, dan, positive framing of the issue. Masing-masing tipe dalam mediasi tersebut memiliki cara penyelesaian yang berbeda, namun dengan tujuan yang sama, yaitu membantu para negosiator untuk mencapai kesepakatan akhir secara damai dan kondusif. Contoh dari mediasi adalah apa yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam konflik antara Thailand dan Kamboja. Penulis berasumsi bahwa mediasi sangatlah penting untuk menyelesaikan permasalahan secara damai, di sisi lain bahkan mediasi berfungsi untuk menghindari adanya konflik ataupun perang. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya mediasi membutuhkan orang yang netral. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa seorang mediator yang bertugas sebagai penengahh juga memiliki kepentingan atas apa yang dilakukan. Sehingga, pihak yang saling bersengketa juga harus tetap berhati-hati dengan keadaan tersebut.

0 Response to "Mediasi dalam Negosiasi"

Post a Comment