Internalisasi dalam Bisnis Internasional

iklan1
Internalisasi dalam Bisnis Internasional
            Dalam Bisnis Internasional, ada banya teori yang menjelaskan
cara-cara untuk mengembangkan sumberdaya yang ada guna meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Sala satu teori yang tidak kalah penting dan marak dilakukan adalah teori internalisasi. Teori ini pertama kali muncul atas konsep Buckley dan Casson pada tahun 1976 yang mengamati bahwa perusahaan internasional (multinational enterprise/MNE) dapat mengorganisir berbagai aktivitas kerja secara internal maka demikian pula seharusnya perusahaan tersebut dapat mengembangkan dan memanfaatkan keuntungan tertentu perusahaan (firm-specific advantages/FSAs) di bidang pengetahuan dan berbagai bidang lainnya. Internalisasi merupakan sebuah alternatif bagi pasar di luar perusahaan untuk mengembangkan dan memanfaatkan knowledge dari perusahaan yang sudah lebih maju. Teori ini akan lebih mudah diterapkan oleh perusahaan yang berada pada pasar tidak sempurna. Hymer (1976 dalam Rugman&Verbeke, 2007: 3) kemudian menambahkan dengan menitikberatkan pada fungsi FSAs yang lebih menguntungkan daripada foreign direct investment(FDI). Hal ini dikarenakan FDI baru akan dianggap menguntungkan apabila keuntungan yang diperoleh dari perusahaan di luar negeri tersebut mampu menutupi biaya operasionalnya. Penjelasan Hymer yang menganggap FDI sebagai sebuah strategi perusahaan mendapat kritik dari Dunning (1976 dalam Rugman&Verbeke, 2007: 4) yang menegaskan bahwasannya FDI lebih cocok disebut sebagai faktor ekonomis harga dalam perdagangan internasional.
            Teori internalisasi dapat dijelaskan secara singkat sebagai sebuah teori yang melihat adanya keuntungan tambahan bagi perusahaan dengan memberikan harga jual atas ide-ide dalam produknya. Teori ini mencoba mencari keuntungan dengan menghubungkan antara konstruksi organisasi internal dengan lingkungan eksternalnya. Teori ini menjelaskan cara agar perusahaan dapat memperluas jangkauan produksinya tanpa harus membangun perusahaan di negara lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan perusahaan di negara lain juga akan mengeluarkan banyak biaya untuk perpajakandan sebagainya. Sehingga akan lebih menguntungkan bila perusahaan tersebut hanya menjual ide atas produknya kepada perusahaan lain di luar negeri dengan syarat tertentu, seperti harga yang harus dibayarkan dan juga bentuk organisasi yang dianjurkan (Rugman&Verbeke: 2007: 1). Contoh dari pelaksanaan teori internalisasi adalah perusahaan sepatu di Cibaduyut yang membayar atas harga desain sepatu bola Nike dengan model mata kaki tertutup. Perusahaan di Cibaduyut tersebut merupakan perusahaan independen dan bukan bagian dari perusahaan Nike. Perusahaan tersebut hanya membeli ijin untuk memakai model yang sama pada produksi sepatunya. Teori internalisasi jelas berbeda dengan lisensi yang kemudian menghasilkan franchise di negara lain sperti KFC dan sebagainya. Teori internalisasi lebih menguntungkan karena perusahaan tetap akan menerima keuntungan tanpa harus membayar berbagai biaya, serta produknya semakin meluas dengan adanya model produk serupa dari perusahaan lain.
            Teori internalisasi kemudian dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu teori internalisasi lama yang berfokus pada efesiensi dan pengembangan ekonomi serta teori internalisasi baru yang lebih fokus pada internal organisasi dan kemampuan patner perusahaannya. Kemampuan patner perusahaan diperlukan untuk menjamin brand asli dari perusahaannya (Rugman&Verbeke, 2007: 15). Teori internalisasi juga didukung oleh empat penjelasan mengenai model strategi perekonomian internasinal. Yang pertama adalah adanya globalisasi dan juga regionalisasi. Globalisasi yang ada memang telah membuat jarak antar-negara seolah menjadi tidak terlihat, barang ataupun jasa mengalir melintasi batasan negara dengan sangat mudah. Hal ini jelas mempermudah perusahaan untuk membuat berbagai franchise di negara lain. Namun kemudian survey membuktikan bahwa 72% konsumen akan tetap memilih produk-produk lokal negaranya, sehingga akan lebih menguntungkan jika menerapkan teori internalsasi (Rugman&Verbeke, 2007: 15).
            Yang kedua adalah dengan melakukan teori internalisasi, perusahaan akan mampu mengadaptasikan produknya dengan tanpa memikirkan struktur dan manajemen organisasi perusahaan. Hal ini diperlukan karena struktur yang dibawa dari negara asal belum tentu sesuai dengan negara lain. Ditambah dengan bukti yang mengatakan bahwa mayoritas perusahaan besar di dunia memiliki struktur yang bersifat regional daripada global (Rugman&Verbeke, 2007: 17). Yang ketiga, dalam menerapkan teori internalisasi ada hal  penting yang harus diperhatikan; perusahaan harus mentransfer ide tersebut secara rutin agar efektif, transfer tersebut merupakanlearning process yang kemudian akan diterapkan sesuai dengan kondisi lingkungan, maka transfer harus dilakukan kepada lingkungan yang benar-benar sesuai dan mampu untuk menerapkan ide tersebut. Dan yang terakhir adalah aspek-aspek regional dan juga performa produk (Rugman&Verbeke, 2007: 18-20). Meskipun demikian, globalisasi tidak dapat dipandang seperti penjelasan Rugman pada strategi perekonomian.  Pada kenyataannya, globalisasi telah mengenalkan kita pada brand tertentu, terlebih brand asal negara-negara lain yang dianggap lebih maju. Hal ini tentu akan melahirkan penolakan konsumen atas barang serupa namun dengan merk yang berbeda. Karena banyak dari konsumen sekarang lebih terfokus pada merk apa yang akan dibeli. Kasus ini dapat terjadi pada sepatu yang membeli ide Nike, tidak sedikit konsumen yang akan tetap memilih untuk membeli produk Nike dengan harga yang lebih mahal dibanding dengan produk lokal dengan model yang sama dan harga lebih murah.
            Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teori internalisasi merupakan teori yang menganjurkan perusahaan untuk memeberikan harga jual kepada ide suatu produk daripada membuat franchise di negara lain. Hal ini dianggap lebih efektif karena perusahaan akan terlepas dari berbagai biaya seperti pajak dan sebagainya. Di sisi lain, teori ini juga menghubungkan perusahaan satu dengan perusahaan lain untuk saling menguntungkan. Namun perusahaan juga harus tetap melihat kemampuan dari perusahaan patnernya karena hasil produksi perusahaan patner juga akan mempengaruhi reputasi barang produksinya. Teori internalisasi berbeda dengan FDI, perusahaan patner dalam teori internalisasi merupakan perusahaan independen. Namun demikian, penulis beropini bahwa teori internalisasi akan semakin terkikis ketika masyarakat dunia lebih memilih untuk membeli brand dari perusahaan-perusahaan besar yang lebih terkenal.

0 Response to "Internalisasi dalam Bisnis Internasional"

Post a Comment