iklan1
bab i
pendahuluan
1.1. latar belakang
hukum merupakan alat rekayasa sosial yang digunakan untuk mengubah pola dan tingkah lsaya masybirat menjadi sesuai bersama peraturan yang dikehendaki oleh hukum. dewasa ini banyak terjadi pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di masybir
at, mirip kasus penerobosan lampu merah yang banyak dilsayakan oleh masybirat pengguna jalan.
memang ada studi ihwal hukum yang berkenaan bersama masybirat yang merupakan csaudara tertua sejak ilmu hukum tetapi tidak di sebut bagai sosiologi hukum melainkan disebut bagai sosiologi jurispudence. penelahan hukum secara sosiologis menunjukkan sesungguhnya hukum merupakan refleksi sejak kehidupan masybirat. yakni merupakan refleksi sejak unsur-unsur bagai berikut :
1. hukum merupakan refleksi sejak kebiasaan, tabiat, dan perilsaya masybirat.
2. hukum merupakan refleksi hak sejak moralitas masybirat maupun moralitas universal.
3. hukum merupakan refleksi sejak kebuyang kuasa masybirat terhadap suatu keadilan dan ketertiban sosial dalam menata interaksi antar anggota masybirat.
di samping itu, pesatnya perkembangan masybirat , teknologi dan gosip pada abad kedua puluh, dan umumnya sulit di ikuti sektor hukum telah menyebabkan orang berpikir ulang ihwal hukum. bersama tiba memutuskan perhatianya terhadap interaksi antara sektor hukum dan masybirat di mana hukum tersebut diterapkan. namun persoalan kesadaran hukum masybirat masih menjadi salah satu faktor terpenting sejak efektivitas suatu hukum yang diperlsayakan dalam suatu negara.
1.2. rumusan persoalan
sejak latar belakang persoalan di atas dapat di tarik beberapa rumusan persoalan yaitu :
1. pengertian efektivitas hukum
2. hal berlsayanya hukum
3. faktor-faktor yang mensugesti efektivitas hukum
4. teori-teori efektivitas hukum
1.3.tujuan
tujuan perpersoalanan ialah untuk mengetahui pengertian efektifotas hukum, hal berlsayanya hukum dan teori-teori ihwal evektifitas hukum tersebut.
bab ii
pembahasan
2.1.pengertian efektifitas hukum
menurut hans kelsen, lau berbicara ihwal efektifitas hukum, dibicbiran pula ihwal validitas hukum. validitas hukum berarti sesungguhnya norma-norma hukum itu mengikat, sesungguhnya orang wajar berbuat sesuai bersama yang diwajarkan oleh norma-norma hukum., sesungguhnya orang wajar mematuhi dan menerapkan norma-norma hukum. efektifitas hukum berarti sesungguhnya orang benar-benar berbuat sesuai bersama norma-norma hukum bagaimana mereka wajar berbuat, sesungguhnya norma-norma itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi.
2.2.hal berlsayanya hukum
1. secara filosofis
berlsayanya hukum secara filosofis berarti sesungguhnya hukum tersebut sesuai bersama impian hukum, bagai nilai positif yang tertinggi.
2. secara yuridis
berlsayanya hukum secara secara yuridis, dijumpai anggapan-anggapan bagai berikut:
a. hans kelsen, yang menyatakan sesungguhnya kaidah hukum kelsayaan yuridis, apabila penetuannya dilihat kaidah yang lebih tinggi tingkatannya. ini berkorelasi bersama teori “stufenbau” sejak kelsen
b. w. zevenbergen, menyatakan sesungguhnya suatu kaidah hukum kelsayaan yuridis, laulau kaidah tersebut “op de verischte ize is tot sand gekomen”
3. secara sosiologis
kaedah hukum berlsaya secara sosiologis, apabila kaedah tersebut efektif, artinya, kaedah tersebut dapat dipaksakan berlsayanya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masybirt (teori ), atau kaedah tadi berlsaya karena diterima dan disayai oleh masybirat (teori pengsayaan). berlsayanya kaidah hukum secara sosiologis menurut teori pengsayaan ialah apabila kaidah hukum tersebut diterima dan disayai masyrakat. sedangkan menurut teori paksaan berlsayanya kaidah hukum apabila kaidah hukum tersebut dipaksakan oleh penguasa.
2.3.faktor-faktor yang mensugesti efektifitas hukum
menurut prof. dr. soerjono soekamto, sh.,ma antara lain :
1. faktor hukumnya sendiri
hukum berfungsi untuk keadilan, kesempurnaan dan kemanfaatan. dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi perihwalan antara kesempurnaan hukum dan keadilan. kesempurnaan hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat tak berbentuk sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. maka ketika melihat suatu perpersoalanan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. karena hukum tidaklah semata-mata dilihat sejak sudut hukum tertulis saja, masih banyak aturan-aturan yang hidup dalam masybirat yang mengatur kehidupan masybirat. lau hukum tujuannya sekedar keadilan, maka kesulitannya karena keadilan itu bersifat subjektif, sangat tergantung pada nilai-nilai intrinsik subjektif sejak masing-masing orang. menurut prof. dr. achmad ali apa yang adil bagi si baco belum tentu di rasakan adil bagi si sangkala.
mengenai faktor hukum dalam hal ini dapat membisubil contoh pada pasal 363 kuhp yang perumusan tindak pidananya mencantumkan maksimumnya sajam, yaitu 7 tahun penjara sehingga hakim untuk menentukan berat ringannya hukuman dimana ia dapat bergerak dalam batas-batas maksimal hukuman.
oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelsaya kejahatan itu terlalu ringan, atau terlalu mencolok perbedaan antara tuntutan bersama pemidanaan yang dijatuhkan. hal ini merupakan suatu penghambat dalam penegakan hukum tersebut.
2. faktor penegak hukum
faktor ini meliputi pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum atau law enforcement. bagian-bagian itu law enforcement ialah aparatur penegak hukum yang menawarkan kesempurnaan, keadilan, dan kemanfaat hukum secara proporsional. aparatur penegak hukum menyangkup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum, sedangkan aparat penegak hukum dalam arti sempit ditiba sejak kepolisian, kejaksaan, kehakiman, penasehat hukum dan petugas sipir lembaga pemasybiratan. setiap aparat dan aparatur diberikan kewenangan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, yang meliputi kegiatan penerimaan laporan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, penbuktian, penjayang kuasa vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pembinaan kembali terpidana.
peradilan pidana wajar merupakan kesatuan terpadu sejak perjuangan-perjuangan untuk menangulangi kejahatan yang sesungguhnya terjadi dalam masybirat. apabila kita memakai sebagian ukuran statistik kriminalitas, maka keberhasilan peradilan pidana akan dinilai dilihat jumlah kejahatan yang hingga alat penegak hukum. beberapa banyak yang dapat diselesakan kepolisian, kemudian diajukan oleh kejaksaan ke pengadilan dan dalam pemeriksaan di pengadilan dinyatakan bersalah dan dihukum. sebenarnya apa yang diketahui dan diselesakan melalui peradilan pidana puncaknya saja sejak suatu gunung es. masih banyak yang tidak , tidak dilaporkan (mungkin pula tidak diketahui, misalnya dalam hal “kejahatan dimana korbanya tidak dapat ditentukan”atau “crimes without victims”) dan karena itu tidak dapat di selesaikan. keadaan mirip ini tidak dapat dipersalahkan sepenuhnya peradilan pidana. karena tugas ini ialah terutama menyelesekan kasus-kasus yang hingga padanya.
secara sosiologis, setiap aparat penegak hukum tersebut kedusedihn (status) dan peranan (role). kedusedihn (sosial) merupakan posisi tertentu di daloam struktur kemasybiratan. kedusedihn tersebut merupakan peranan atau role, oleh karena itu seseorang yang kedusedihn tertentu, lazimnya peranan. suatu hak merupakan wewenang untuk berbuat dan tidak berbuat, sedangkan kewajiban ialah beban atau tugas. suatu peranan tertentu dapat di jabarkan dalam unsur- unsur bagai berikut : (1) peranan yang inspirasial / inspirasial role ; (2) peranan yang sewajarnya / expected role; (3) peranan yang dianggap oleh diri sendiri / perceived role; dan (4) perana yang sebenarnya dilsayakan / actual role.
penegak hukum dalam menjalankan perannya tidak dapat berbuat sesuka hati mereka juga wajar memperhatikan etika yang berlsaya dalam lingkup profesinya, etika memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah lsaya insan dalam pengambilan keputusan moral. dalam profesi penegak hukum sendiri mereka telah memiliki kode etik yang diatur tersendiri, tapi dalam prakteknya kode etik yang telah ditetapkan dan di sepakati itu masih banyak di langgar oleh para penegak hukum. yang akan terjadi perbuatan-perbuatan para penegak hukum yang tidak memiliki integritas bahkan dapat dikatakan tidak beretika dalam menjalankan profesinya, sehingga mengyang akan terjsaudara termudaan lambatnya pembangunan hukum yang dibutuhkan oleh bangsa ini, bahkan menimbulkan pikiran-pikiran negative dan mengurangi kepercayaan masybirat terhadap kinerja penegak hukum.
aturan para aparat dan aparatur penegak hukum dijabarkan bagai berikut :
1. kepolisian, polisi/polri ialah merupakan bagai perwujudan istilah yang menunjukan penjelmaan tugas, status, organisasi,wewenang dan tanggung jawab polisi. secara umum kedusedihn, fungsi dan tugas kepolisian diatur dalam undang-undang nomor 2 tahun 2002 ihwal kepolisian ri.
2. kejaksaan, secara umum kedusedihn, fungsi dan tugas kepolisian diatur dalam undang-undang nomor 16 tahun 2004 ihwal kejaksaan ri.
3. kehakiman, secara umum kedusedihn, fungsi dan tugas kepolisian diatur dalam undang-undang nomor 4 tahun 2004 ihwal kekuasan hakim
4. lembaga pemasybiratan, secara umum kedusedihn, fungsi dan tugas kepolisian diatur dalam undang-undang nomor 19 tahun 2005 ihwal pemasybiratan
ada tiga elemen penting yang mensugesti mekanisme bekerjanya aparat dan aparatur penegak hukum, menurut jimmly asshidiqie elemen tersebut antara lain : (1) istitusi penegak hukum beserta banyak sekali perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; (2) budaya kerja yang terkait bersama aparatnya, tergolong mengenai kesejahteraan aparatnya; dan (3) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaanya maupun yang mengatur materi hukum yang dijsaudara termudaan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum programnya. upaya penegakan hukum secara atik wajarlah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan secara internal dapat diwujudkan secara nyata
.
dalam pelaksanaannya penegakan hukum oleh penegak hukum di atas dijumpai beberapa halangan yang dialasannyakan oleh penegak hukum itu sendiri, halagan-halangan tersebut antara lain :
1, keterbatasan kean untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain bersama siapa dia beriteraksi.
2. tingkat aspirasi yang relative belum tinggi.
3. kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi.
4. belum adanya kean untuk menunda pemuasan suatu kebuyang kuasa tertentu, terutama kebuyang kuasa materiel.
5. kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.
menurut soerjono soekanto hambatan maupun halangan penegak hukum dalam melsayakan penegakan hukum tersebut dapat diatasi bersama cara mendidik, membiasakan diri untuk sikap-sikap antara lain : sikap terbuka, senantiasa siap mendapatkan perubahan, peka terhadap persoalan yang terjadi, senantiasa gosip yang lengkap, oreentasi ke masa kini dan masa depa, menyasejak potensi yang dapat di kembangkan, berpegang pada suatu peagendaan, percaya pada kean iptek, menyasejak dan menghormati hak dan kewajiban, berpegang teguh pada keputusan yang membisubil atas dasar pelogikaan dan perhitungan yang mantab.
3. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
fasilitas pendukung secara sederhana dapat dirumuskan bagai sarana untuk mencapai tujuan. ruang lingkupnya terutama ialah sarana fisik yang berfungsi bagai faktor pendukung. fasilitas pendukung mencangkup tenaga insan yang berguruan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan bagainya.
lau fasilitas pendukung tidak terpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan nencapai tujuannya. kesempurnaan dan kecepatan penyelesaian perkara tergantung pada fasilitas pendukung yang ada dalam bidang-bidang pencegahan dan pemberantasan kejahatan.
peningkatan tehnologi deteksi kriminalitas, peranan yang sangat penting bagi kesempurnaan dan penanganan perkara-perkara pidana, sehingga tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang sewajarnya bersama peranan yang aktual, maka untuk sarana atau fasilitas tersebut sebaiknya dilsayakan bersama cara bagai berikut :
1. yang tidak ada maka diadakan yang baru betul;
2. yang rusak atau salah maka diperbaiki atau di betulkan;
3. yang kurang sewajarnya di tambah;
4. yang macet wajar di lancarkan
5. yang mundur atau merosot wajar di majukan atau di tingkatkan.
faktor ketiga yaitu faktor sarana atau fasilitas yang membantu penegakan hukum, menurut soerjono soekanto sendiri menyatakan sesungguhnya tidak mungkin penegakan hukum akan berpribadi bersama lancar tanpa adanya sarana atau fasilitas yang memadai. fasilitas atau sarana yang memadai tersebut, antara lain, mencsayap tenaga insan yang berguruan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. kalau hal itu tidak terpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. kita bayangkan bagaimana penegakan peraturan akan berjalan sementara aparat penegaknya memiliki guruan yang tidak memadai, memiliki tata kelola organisasi yang buruk, di tambah bersama keuangan yang minim. akan tetapi hal itu bukanlah segala-galanya kalau aparatnya sendiri masih buruk, karena sebaik apapun sarana atau fasilitas yang membantu penegakkan hukum tanpa adanya aparat penegak hukum yang baik hal itu akan terasa sia-sia. hal itu dapat kita lihat misalnya pada insatasi kepolisian, di mana ketika ini hampir dikatakan dalam hal fasilitas pihak kepolisian sudah dapat dikatakan mapan, tapi dilihat kuesioner yang dilsayakan oleh lembaga transparency international indonesia menyatakan sesungguhnya instasi terkorup ketika ini ada di tubuh kepolisian bersama indeks suap sebesar 48 %, bentuk korupsi yang terjadi di tubuh kepolisian, itu contohnya saja mirip korupsi kecil-kecilan oleh polisi lantas yang mungkin seringkali dialami oleh pengendara, hingga ke tingkat yang lebih tinggi semisal tersangka kasus korupsi susno. begitu juga dalam ligkup pengadilan dan kejaksaan pun tidak jauh berbeda bersama apa yang terjadi di institusi kepolisian.
4. faktor masybirat
penegakan hukum berasal sejak masybirat dan bertujuan untuk mencapai ketenangan didalam masybirat. masybirat pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum. masybirat indonesia pendapat mengenai hukum sangat berfareasi antara lain :
1. hukum diartikan bagai ilmu pengetahuan;
2. hukum diartikan bagai disiplin, yakni ajaran ihwal kenyataan;
3. hukum diartikan bagai norma atau kaidah, yakni patokan perilsaya cocok yang dibutuhkan;
4. hukum diartikan bagai tata hukum (yakni hukum positif tertulis) ;
5. hukum diartikan bagai petugas atau pejabat;
6. hukum diartikan bagai keputusan pejabat atau penguasa;
7. hukum diartikan bagai proses pemerintahan;
8. hukum diartikan bagai perilsaya teratur dan unik;
9. hukum diartikan bagai jalinan nilai;
10. hukum diartikan bagai seni.
banyak sekali pengertian tersebut di atas timbul karena masybirat hidup dalam konteks yang berbeda, sehingga yang sewajarnya dikedepankan ialah keserasiannya, hal inin brttujuan supaya ada titik tolak yang sama. masybirat juga kecenderungan yang besar untuk mengartikan hukum dan bahkan mengindentifikasi bersama petugas (dalam hal ini ialah penegak hukum ialah bagai pribadi).
salah satu yang akan terjadinya ialah sesungguhnya baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan bersama pola perilsaya penegak hukum itu sendiri yang merupakan pendapatnya bagai cermina sejak hukum bagai struktur dan proses. keadaan tersebut juga dapat menawarkan pengaruh baik, yakni sesungguhnyapenegak hukum akan merasa sesungguhnya perilsayanya senantiasa mendapat perhatian sejak masybirat.
perpersoalanan lain yang timbul bagai yang akan terjadi anggapan masybirat ialah megenai penerapan undang-undangan yang ada / berlsaya. lau penegak hukum menyasejak dirinya dianggap hukum oleh masybirat, maka kemungkinan penafsiran mengenai pengertian perundang-undangan terlalu luas atau bahkan tewrlalu sempit. selain itu mungkin timbul kebiasaan untuk kurang menelaaah sesungguhnya perundang-undangan kadangkala tertinggal bersama perkembagan di dalam masybirat. anggapan-anggapan masybirat tersebut wajar mengalami perubahan dalam kadar tertentu. perubahan tersebut dapat dilsayakan memlalui penerangan atau penyuluhan hukum yang bersinambungan dan senan tiasa diefaluasi hasil-hasinya, untuk kemudian dkembangkan lagi. kegiatan-kegiatan tersebut nantinya kan dapat menempatkan hukum pada kedusedihn dan peranan yang se.
5. faktor kebudayaan
faktor kebudayaan sebernarnya bersatu padu bersama faktor masybirat sengaja dibedakan, karena didalam pembahasannya diketengahkan persoalan nilai-nilai yang menjadi inti sejak kebudayaan spiritual atau non material. hal ini dibedakan alasannya menurut lawrence m. friedman yang dikutip soerdjono soekamto , sesungguhnya bagai suatu (atau sub sejak kemasybiratan), maka hukum menyangkup, struktur, subtansi dan kebudayaan. struktur menyangkup wadah atau bentuk sejak tersebut yang, umpdamaiya, menyangkup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hukum antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajibanya, dan seterusnya. kebudayaan () hukum pada dasarnya mencangkup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlsaya, nilai-nilai yangmerupakan konsepsi-konsepsi tak berbentuk mengenai apa yang dianggap baik (hingga dianuti) dan apa yang diangap buruk (sehingga dihinsejak). nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan estrim yang wajar diserasikan.
pasangan nilai yang berperan dalam hukum menurut soerdjono soekamto ialah bagai berikut :
1. nilai ketertiban dan nilai ketenterdamai.
2. nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai rohaniah/seakhlakan
.
3. nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebaruan/ inovatisme.
bersama adanya keserasian nilai bersama kebudayaan masybirat sedaerah dibutuhkan terjalin korelasi timbal balik antara hukum adap dan hukum positif di indonesia, bersama demikian ketentuan dalam pasal-pasal hukum tertulis dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar sejak hukum istiadat supaya hukum perundang-undangan tersebut dapat berlsaya secara efektif. kemudian dibutuhkan juga adanya keserasian antar kedua nilai tersebut akan menempatkan hukum pada daerahnya.
2.4. teori-teori efektivitas hukum
ada beberapa teori ihwal efektivitas yang diterangkan oleh para sarjana yaitu:
teori efektivitas (soerjono soekanto)
hukum bagai kaidah merupakan patokan mengenai sikap tindak atau perilsaya yang cocok. metode berpikir yang dipergunakan ialah metode deduktif-rasional, sehingga menimbulkan jalan pikiran yang dogmatis. di lain pihak ada yang memandang hukum bagai sikap tindak atau perilsaya yang teratur (ajeg). metode berpikir yang digunakan ialah induktif-empiris, sehingga hukum itu dilihatnya bagai tindak yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, yang tujuan tertentu.
efektivitas hukum dalam tindakan atau realita hukum dapat diketahui apabila seseorang menyatakan sesungguhnya suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai tujuanya, maka hal itu biasanya diketahui apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap tindak atau perilsaya tertentu sehingga sesuai bersama tujuannya atau tidak. ) efektivitas hukum artinya efektivitas hukum akan disoroti sejak tujuan yang dicapai, yakni efektivitas hukum. salah satu upaya yang biasanya dilsayakan agar supaya masybirat mematuhi kaidah hukum ialah bersama mencantumkan sanksi-sanksinya. sanksi-sanksi tersebut berupa sanksi negatif atau sanksi positif, yang maksudnya ialah menimbulkan rangsangan agar insan tidak melsayakan tindakan tercela atau melsayakan tindakan yang terpuji.
diperlukan kondisi-kondisi tertentu yang wajar dipenuhi agar hukum pengaruh terhadap sikap tindak atau perilsaya insan. kondisi-kondisi yang wajar ada ialah antara lain sesungguhnya hukum wajar dapat dikomunikasikan. komunikasi hukum lebih banyak tertuju pada sikap, oleh karena sikap merupakan suatu kesiapan mental sehingga seseorang kecendurangan untuk menawarkan pandangan yang baik atau buruk, yang kemudian terwujud di dalam perilsaya nyata.
apabila yang dikomunikasikan tidak menjang persoalan-persoalan yang secara pribadi dihadapi oleh sasaran komunikasi hukum maka akan dijumpai kesulitan-kesulitan. hasilnya yaitu hukum tidak punya pengaruh sama sekali atau bahkan pengaruh yang negatif. hal itu dialasannyakan oleh karena kebuyang kuasa mereka tidak dapat dipenuhi dan dipahami, sehingga mengyang akan terjsaudara termudaan terjadinya frustasi, tekanan, atau bahkan konflik.
bab iii
kesimpulan
3.1kesimpulan
dilihat pembahasan diatas dapat disimpulkan sesungguhnya efektivitas hukum merupakan sesungguhnya orang benar benar berbuat sesuai bersama norma norma hukum bagaimana mereka wajar berbuat, sesungguhnya norma norma itu benar benar di terapkan dan dipatuhi.untuk mengetahui apakah hukum itu benar benar diterapkan atau dipatuhi oleh masybirat maka wajar dipenuhi beberapa factor yaitu :
1. factor hukumnya sendiri
2. factor penegak hukum
3. factor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. factor masybirat itu sendri
5. factor kebudayaan
kelima factor tersebut saling berkaitan erat oleh karena merupakan esensi sejak penegakan hukum itu,juga merupakan tolak ukur sejak efektivitas hukum.
jadi apabila semua factor itu telah terpenuhi barulah keadilan dalam masybirat dapat dirasakan sepenuhnya.karena mirip diketahui sesungguhnya keadilan ialah tujuan utama sejak penerapan hukum.berarti bersama adanya keadilan hukum itu diterima oleh masybirat umum dan barulah efektivitas hukum itu terwujud.
3.2.saran
bagi para penegak hukum dalam membuat peraturan perundang undangan wajar melihat terlebih dahulu dapat diterimakah hukum itu oleh masybirat dan sejauh mana peraturan itu menawarkan keadilan supaya terciptanya kesempurnaan hukum.
daptar pustaka
doyle, paul johnson, teori sosiologi klasik dan modern, terj. robert m.z. lawang, gramedia. jakarta: 1986
http://lawmetha.wordpress.com/2011/05/27/teori-efektivitas-soerjono-soekanto/.
http://taheggaalfath.blogspot.com/2011/09/efektivitas-hukum-dalam-masybirat.html
pendahuluan
1.1. latar belakang
hukum merupakan alat rekayasa sosial yang digunakan untuk mengubah pola dan tingkah lsaya masybirat menjadi sesuai bersama peraturan yang dikehendaki oleh hukum. dewasa ini banyak terjadi pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di masybir
at, mirip kasus penerobosan lampu merah yang banyak dilsayakan oleh masybirat pengguna jalan.
memang ada studi ihwal hukum yang berkenaan bersama masybirat yang merupakan csaudara tertua sejak ilmu hukum tetapi tidak di sebut bagai sosiologi hukum melainkan disebut bagai sosiologi jurispudence. penelahan hukum secara sosiologis menunjukkan sesungguhnya hukum merupakan refleksi sejak kehidupan masybirat. yakni merupakan refleksi sejak unsur-unsur bagai berikut :
1. hukum merupakan refleksi sejak kebiasaan, tabiat, dan perilsaya masybirat.
2. hukum merupakan refleksi hak sejak moralitas masybirat maupun moralitas universal.
3. hukum merupakan refleksi sejak kebuyang kuasa masybirat terhadap suatu keadilan dan ketertiban sosial dalam menata interaksi antar anggota masybirat.
di samping itu, pesatnya perkembangan masybirat , teknologi dan gosip pada abad kedua puluh, dan umumnya sulit di ikuti sektor hukum telah menyebabkan orang berpikir ulang ihwal hukum. bersama tiba memutuskan perhatianya terhadap interaksi antara sektor hukum dan masybirat di mana hukum tersebut diterapkan. namun persoalan kesadaran hukum masybirat masih menjadi salah satu faktor terpenting sejak efektivitas suatu hukum yang diperlsayakan dalam suatu negara.
1.2. rumusan persoalan
sejak latar belakang persoalan di atas dapat di tarik beberapa rumusan persoalan yaitu :
1. pengertian efektivitas hukum
2. hal berlsayanya hukum
3. faktor-faktor yang mensugesti efektivitas hukum
4. teori-teori efektivitas hukum
1.3.tujuan
tujuan perpersoalanan ialah untuk mengetahui pengertian efektifotas hukum, hal berlsayanya hukum dan teori-teori ihwal evektifitas hukum tersebut.
bab ii
pembahasan
2.1.pengertian efektifitas hukum
menurut hans kelsen, lau berbicara ihwal efektifitas hukum, dibicbiran pula ihwal validitas hukum. validitas hukum berarti sesungguhnya norma-norma hukum itu mengikat, sesungguhnya orang wajar berbuat sesuai bersama yang diwajarkan oleh norma-norma hukum., sesungguhnya orang wajar mematuhi dan menerapkan norma-norma hukum. efektifitas hukum berarti sesungguhnya orang benar-benar berbuat sesuai bersama norma-norma hukum bagaimana mereka wajar berbuat, sesungguhnya norma-norma itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi.
2.2.hal berlsayanya hukum
1. secara filosofis
berlsayanya hukum secara filosofis berarti sesungguhnya hukum tersebut sesuai bersama impian hukum, bagai nilai positif yang tertinggi.
2. secara yuridis
berlsayanya hukum secara secara yuridis, dijumpai anggapan-anggapan bagai berikut:
a. hans kelsen, yang menyatakan sesungguhnya kaidah hukum kelsayaan yuridis, apabila penetuannya dilihat kaidah yang lebih tinggi tingkatannya. ini berkorelasi bersama teori “stufenbau” sejak kelsen
b. w. zevenbergen, menyatakan sesungguhnya suatu kaidah hukum kelsayaan yuridis, laulau kaidah tersebut “op de verischte ize is tot sand gekomen”
3. secara sosiologis
kaedah hukum berlsaya secara sosiologis, apabila kaedah tersebut efektif, artinya, kaedah tersebut dapat dipaksakan berlsayanya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masybirt (teori ), atau kaedah tadi berlsaya karena diterima dan disayai oleh masybirat (teori pengsayaan). berlsayanya kaidah hukum secara sosiologis menurut teori pengsayaan ialah apabila kaidah hukum tersebut diterima dan disayai masyrakat. sedangkan menurut teori paksaan berlsayanya kaidah hukum apabila kaidah hukum tersebut dipaksakan oleh penguasa.
2.3.faktor-faktor yang mensugesti efektifitas hukum
menurut prof. dr. soerjono soekamto, sh.,ma antara lain :
1. faktor hukumnya sendiri
hukum berfungsi untuk keadilan, kesempurnaan dan kemanfaatan. dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi perihwalan antara kesempurnaan hukum dan keadilan. kesempurnaan hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat tak berbentuk sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. maka ketika melihat suatu perpersoalanan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. karena hukum tidaklah semata-mata dilihat sejak sudut hukum tertulis saja, masih banyak aturan-aturan yang hidup dalam masybirat yang mengatur kehidupan masybirat. lau hukum tujuannya sekedar keadilan, maka kesulitannya karena keadilan itu bersifat subjektif, sangat tergantung pada nilai-nilai intrinsik subjektif sejak masing-masing orang. menurut prof. dr. achmad ali apa yang adil bagi si baco belum tentu di rasakan adil bagi si sangkala.
mengenai faktor hukum dalam hal ini dapat membisubil contoh pada pasal 363 kuhp yang perumusan tindak pidananya mencantumkan maksimumnya sajam, yaitu 7 tahun penjara sehingga hakim untuk menentukan berat ringannya hukuman dimana ia dapat bergerak dalam batas-batas maksimal hukuman.
oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelsaya kejahatan itu terlalu ringan, atau terlalu mencolok perbedaan antara tuntutan bersama pemidanaan yang dijatuhkan. hal ini merupakan suatu penghambat dalam penegakan hukum tersebut.
2. faktor penegak hukum
faktor ini meliputi pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum atau law enforcement. bagian-bagian itu law enforcement ialah aparatur penegak hukum yang menawarkan kesempurnaan, keadilan, dan kemanfaat hukum secara proporsional. aparatur penegak hukum menyangkup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum, sedangkan aparat penegak hukum dalam arti sempit ditiba sejak kepolisian, kejaksaan, kehakiman, penasehat hukum dan petugas sipir lembaga pemasybiratan. setiap aparat dan aparatur diberikan kewenangan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, yang meliputi kegiatan penerimaan laporan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, penbuktian, penjayang kuasa vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pembinaan kembali terpidana.
peradilan pidana wajar merupakan kesatuan terpadu sejak perjuangan-perjuangan untuk menangulangi kejahatan yang sesungguhnya terjadi dalam masybirat. apabila kita memakai sebagian ukuran statistik kriminalitas, maka keberhasilan peradilan pidana akan dinilai dilihat jumlah kejahatan yang hingga alat penegak hukum. beberapa banyak yang dapat diselesakan kepolisian, kemudian diajukan oleh kejaksaan ke pengadilan dan dalam pemeriksaan di pengadilan dinyatakan bersalah dan dihukum. sebenarnya apa yang diketahui dan diselesakan melalui peradilan pidana puncaknya saja sejak suatu gunung es. masih banyak yang tidak , tidak dilaporkan (mungkin pula tidak diketahui, misalnya dalam hal “kejahatan dimana korbanya tidak dapat ditentukan”atau “crimes without victims”) dan karena itu tidak dapat di selesaikan. keadaan mirip ini tidak dapat dipersalahkan sepenuhnya peradilan pidana. karena tugas ini ialah terutama menyelesekan kasus-kasus yang hingga padanya.
secara sosiologis, setiap aparat penegak hukum tersebut kedusedihn (status) dan peranan (role). kedusedihn (sosial) merupakan posisi tertentu di daloam struktur kemasybiratan. kedusedihn tersebut merupakan peranan atau role, oleh karena itu seseorang yang kedusedihn tertentu, lazimnya peranan. suatu hak merupakan wewenang untuk berbuat dan tidak berbuat, sedangkan kewajiban ialah beban atau tugas. suatu peranan tertentu dapat di jabarkan dalam unsur- unsur bagai berikut : (1) peranan yang inspirasial / inspirasial role ; (2) peranan yang sewajarnya / expected role; (3) peranan yang dianggap oleh diri sendiri / perceived role; dan (4) perana yang sebenarnya dilsayakan / actual role.
penegak hukum dalam menjalankan perannya tidak dapat berbuat sesuka hati mereka juga wajar memperhatikan etika yang berlsaya dalam lingkup profesinya, etika memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah lsaya insan dalam pengambilan keputusan moral. dalam profesi penegak hukum sendiri mereka telah memiliki kode etik yang diatur tersendiri, tapi dalam prakteknya kode etik yang telah ditetapkan dan di sepakati itu masih banyak di langgar oleh para penegak hukum. yang akan terjadi perbuatan-perbuatan para penegak hukum yang tidak memiliki integritas bahkan dapat dikatakan tidak beretika dalam menjalankan profesinya, sehingga mengyang akan terjsaudara termudaan lambatnya pembangunan hukum yang dibutuhkan oleh bangsa ini, bahkan menimbulkan pikiran-pikiran negative dan mengurangi kepercayaan masybirat terhadap kinerja penegak hukum.
aturan para aparat dan aparatur penegak hukum dijabarkan bagai berikut :
1. kepolisian, polisi/polri ialah merupakan bagai perwujudan istilah yang menunjukan penjelmaan tugas, status, organisasi,wewenang dan tanggung jawab polisi. secara umum kedusedihn, fungsi dan tugas kepolisian diatur dalam undang-undang nomor 2 tahun 2002 ihwal kepolisian ri.
2. kejaksaan, secara umum kedusedihn, fungsi dan tugas kepolisian diatur dalam undang-undang nomor 16 tahun 2004 ihwal kejaksaan ri.
3. kehakiman, secara umum kedusedihn, fungsi dan tugas kepolisian diatur dalam undang-undang nomor 4 tahun 2004 ihwal kekuasan hakim
4. lembaga pemasybiratan, secara umum kedusedihn, fungsi dan tugas kepolisian diatur dalam undang-undang nomor 19 tahun 2005 ihwal pemasybiratan
ada tiga elemen penting yang mensugesti mekanisme bekerjanya aparat dan aparatur penegak hukum, menurut jimmly asshidiqie elemen tersebut antara lain : (1) istitusi penegak hukum beserta banyak sekali perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; (2) budaya kerja yang terkait bersama aparatnya, tergolong mengenai kesejahteraan aparatnya; dan (3) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaanya maupun yang mengatur materi hukum yang dijsaudara termudaan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum programnya. upaya penegakan hukum secara atik wajarlah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan secara internal dapat diwujudkan secara nyata
.
dalam pelaksanaannya penegakan hukum oleh penegak hukum di atas dijumpai beberapa halangan yang dialasannyakan oleh penegak hukum itu sendiri, halagan-halangan tersebut antara lain :
1, keterbatasan kean untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain bersama siapa dia beriteraksi.
2. tingkat aspirasi yang relative belum tinggi.
3. kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi.
4. belum adanya kean untuk menunda pemuasan suatu kebuyang kuasa tertentu, terutama kebuyang kuasa materiel.
5. kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.
menurut soerjono soekanto hambatan maupun halangan penegak hukum dalam melsayakan penegakan hukum tersebut dapat diatasi bersama cara mendidik, membiasakan diri untuk sikap-sikap antara lain : sikap terbuka, senantiasa siap mendapatkan perubahan, peka terhadap persoalan yang terjadi, senantiasa gosip yang lengkap, oreentasi ke masa kini dan masa depa, menyasejak potensi yang dapat di kembangkan, berpegang pada suatu peagendaan, percaya pada kean iptek, menyasejak dan menghormati hak dan kewajiban, berpegang teguh pada keputusan yang membisubil atas dasar pelogikaan dan perhitungan yang mantab.
3. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
fasilitas pendukung secara sederhana dapat dirumuskan bagai sarana untuk mencapai tujuan. ruang lingkupnya terutama ialah sarana fisik yang berfungsi bagai faktor pendukung. fasilitas pendukung mencangkup tenaga insan yang berguruan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan bagainya.
lau fasilitas pendukung tidak terpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan nencapai tujuannya. kesempurnaan dan kecepatan penyelesaian perkara tergantung pada fasilitas pendukung yang ada dalam bidang-bidang pencegahan dan pemberantasan kejahatan.
peningkatan tehnologi deteksi kriminalitas, peranan yang sangat penting bagi kesempurnaan dan penanganan perkara-perkara pidana, sehingga tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang sewajarnya bersama peranan yang aktual, maka untuk sarana atau fasilitas tersebut sebaiknya dilsayakan bersama cara bagai berikut :
1. yang tidak ada maka diadakan yang baru betul;
2. yang rusak atau salah maka diperbaiki atau di betulkan;
3. yang kurang sewajarnya di tambah;
4. yang macet wajar di lancarkan
5. yang mundur atau merosot wajar di majukan atau di tingkatkan.
faktor ketiga yaitu faktor sarana atau fasilitas yang membantu penegakan hukum, menurut soerjono soekanto sendiri menyatakan sesungguhnya tidak mungkin penegakan hukum akan berpribadi bersama lancar tanpa adanya sarana atau fasilitas yang memadai. fasilitas atau sarana yang memadai tersebut, antara lain, mencsayap tenaga insan yang berguruan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. kalau hal itu tidak terpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. kita bayangkan bagaimana penegakan peraturan akan berjalan sementara aparat penegaknya memiliki guruan yang tidak memadai, memiliki tata kelola organisasi yang buruk, di tambah bersama keuangan yang minim. akan tetapi hal itu bukanlah segala-galanya kalau aparatnya sendiri masih buruk, karena sebaik apapun sarana atau fasilitas yang membantu penegakkan hukum tanpa adanya aparat penegak hukum yang baik hal itu akan terasa sia-sia. hal itu dapat kita lihat misalnya pada insatasi kepolisian, di mana ketika ini hampir dikatakan dalam hal fasilitas pihak kepolisian sudah dapat dikatakan mapan, tapi dilihat kuesioner yang dilsayakan oleh lembaga transparency international indonesia menyatakan sesungguhnya instasi terkorup ketika ini ada di tubuh kepolisian bersama indeks suap sebesar 48 %, bentuk korupsi yang terjadi di tubuh kepolisian, itu contohnya saja mirip korupsi kecil-kecilan oleh polisi lantas yang mungkin seringkali dialami oleh pengendara, hingga ke tingkat yang lebih tinggi semisal tersangka kasus korupsi susno. begitu juga dalam ligkup pengadilan dan kejaksaan pun tidak jauh berbeda bersama apa yang terjadi di institusi kepolisian.
4. faktor masybirat
penegakan hukum berasal sejak masybirat dan bertujuan untuk mencapai ketenangan didalam masybirat. masybirat pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum. masybirat indonesia pendapat mengenai hukum sangat berfareasi antara lain :
1. hukum diartikan bagai ilmu pengetahuan;
2. hukum diartikan bagai disiplin, yakni ajaran ihwal kenyataan;
3. hukum diartikan bagai norma atau kaidah, yakni patokan perilsaya cocok yang dibutuhkan;
4. hukum diartikan bagai tata hukum (yakni hukum positif tertulis) ;
5. hukum diartikan bagai petugas atau pejabat;
6. hukum diartikan bagai keputusan pejabat atau penguasa;
7. hukum diartikan bagai proses pemerintahan;
8. hukum diartikan bagai perilsaya teratur dan unik;
9. hukum diartikan bagai jalinan nilai;
10. hukum diartikan bagai seni.
banyak sekali pengertian tersebut di atas timbul karena masybirat hidup dalam konteks yang berbeda, sehingga yang sewajarnya dikedepankan ialah keserasiannya, hal inin brttujuan supaya ada titik tolak yang sama. masybirat juga kecenderungan yang besar untuk mengartikan hukum dan bahkan mengindentifikasi bersama petugas (dalam hal ini ialah penegak hukum ialah bagai pribadi).
salah satu yang akan terjadinya ialah sesungguhnya baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan bersama pola perilsaya penegak hukum itu sendiri yang merupakan pendapatnya bagai cermina sejak hukum bagai struktur dan proses. keadaan tersebut juga dapat menawarkan pengaruh baik, yakni sesungguhnyapenegak hukum akan merasa sesungguhnya perilsayanya senantiasa mendapat perhatian sejak masybirat.
perpersoalanan lain yang timbul bagai yang akan terjadi anggapan masybirat ialah megenai penerapan undang-undangan yang ada / berlsaya. lau penegak hukum menyasejak dirinya dianggap hukum oleh masybirat, maka kemungkinan penafsiran mengenai pengertian perundang-undangan terlalu luas atau bahkan tewrlalu sempit. selain itu mungkin timbul kebiasaan untuk kurang menelaaah sesungguhnya perundang-undangan kadangkala tertinggal bersama perkembagan di dalam masybirat. anggapan-anggapan masybirat tersebut wajar mengalami perubahan dalam kadar tertentu. perubahan tersebut dapat dilsayakan memlalui penerangan atau penyuluhan hukum yang bersinambungan dan senan tiasa diefaluasi hasil-hasinya, untuk kemudian dkembangkan lagi. kegiatan-kegiatan tersebut nantinya kan dapat menempatkan hukum pada kedusedihn dan peranan yang se.
5. faktor kebudayaan
faktor kebudayaan sebernarnya bersatu padu bersama faktor masybirat sengaja dibedakan, karena didalam pembahasannya diketengahkan persoalan nilai-nilai yang menjadi inti sejak kebudayaan spiritual atau non material. hal ini dibedakan alasannya menurut lawrence m. friedman yang dikutip soerdjono soekamto , sesungguhnya bagai suatu (atau sub sejak kemasybiratan), maka hukum menyangkup, struktur, subtansi dan kebudayaan. struktur menyangkup wadah atau bentuk sejak tersebut yang, umpdamaiya, menyangkup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hukum antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajibanya, dan seterusnya. kebudayaan () hukum pada dasarnya mencangkup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlsaya, nilai-nilai yangmerupakan konsepsi-konsepsi tak berbentuk mengenai apa yang dianggap baik (hingga dianuti) dan apa yang diangap buruk (sehingga dihinsejak). nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan estrim yang wajar diserasikan.
pasangan nilai yang berperan dalam hukum menurut soerdjono soekamto ialah bagai berikut :
1. nilai ketertiban dan nilai ketenterdamai.
2. nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai rohaniah/seakhlakan
.
3. nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebaruan/ inovatisme.
bersama adanya keserasian nilai bersama kebudayaan masybirat sedaerah dibutuhkan terjalin korelasi timbal balik antara hukum adap dan hukum positif di indonesia, bersama demikian ketentuan dalam pasal-pasal hukum tertulis dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar sejak hukum istiadat supaya hukum perundang-undangan tersebut dapat berlsaya secara efektif. kemudian dibutuhkan juga adanya keserasian antar kedua nilai tersebut akan menempatkan hukum pada daerahnya.
2.4. teori-teori efektivitas hukum
ada beberapa teori ihwal efektivitas yang diterangkan oleh para sarjana yaitu:
teori efektivitas (soerjono soekanto)
hukum bagai kaidah merupakan patokan mengenai sikap tindak atau perilsaya yang cocok. metode berpikir yang dipergunakan ialah metode deduktif-rasional, sehingga menimbulkan jalan pikiran yang dogmatis. di lain pihak ada yang memandang hukum bagai sikap tindak atau perilsaya yang teratur (ajeg). metode berpikir yang digunakan ialah induktif-empiris, sehingga hukum itu dilihatnya bagai tindak yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, yang tujuan tertentu.
efektivitas hukum dalam tindakan atau realita hukum dapat diketahui apabila seseorang menyatakan sesungguhnya suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai tujuanya, maka hal itu biasanya diketahui apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap tindak atau perilsaya tertentu sehingga sesuai bersama tujuannya atau tidak. ) efektivitas hukum artinya efektivitas hukum akan disoroti sejak tujuan yang dicapai, yakni efektivitas hukum. salah satu upaya yang biasanya dilsayakan agar supaya masybirat mematuhi kaidah hukum ialah bersama mencantumkan sanksi-sanksinya. sanksi-sanksi tersebut berupa sanksi negatif atau sanksi positif, yang maksudnya ialah menimbulkan rangsangan agar insan tidak melsayakan tindakan tercela atau melsayakan tindakan yang terpuji.
diperlukan kondisi-kondisi tertentu yang wajar dipenuhi agar hukum pengaruh terhadap sikap tindak atau perilsaya insan. kondisi-kondisi yang wajar ada ialah antara lain sesungguhnya hukum wajar dapat dikomunikasikan. komunikasi hukum lebih banyak tertuju pada sikap, oleh karena sikap merupakan suatu kesiapan mental sehingga seseorang kecendurangan untuk menawarkan pandangan yang baik atau buruk, yang kemudian terwujud di dalam perilsaya nyata.
apabila yang dikomunikasikan tidak menjang persoalan-persoalan yang secara pribadi dihadapi oleh sasaran komunikasi hukum maka akan dijumpai kesulitan-kesulitan. hasilnya yaitu hukum tidak punya pengaruh sama sekali atau bahkan pengaruh yang negatif. hal itu dialasannyakan oleh karena kebuyang kuasa mereka tidak dapat dipenuhi dan dipahami, sehingga mengyang akan terjsaudara termudaan terjadinya frustasi, tekanan, atau bahkan konflik.
bab iii
kesimpulan
3.1kesimpulan
dilihat pembahasan diatas dapat disimpulkan sesungguhnya efektivitas hukum merupakan sesungguhnya orang benar benar berbuat sesuai bersama norma norma hukum bagaimana mereka wajar berbuat, sesungguhnya norma norma itu benar benar di terapkan dan dipatuhi.untuk mengetahui apakah hukum itu benar benar diterapkan atau dipatuhi oleh masybirat maka wajar dipenuhi beberapa factor yaitu :
1. factor hukumnya sendiri
2. factor penegak hukum
3. factor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. factor masybirat itu sendri
5. factor kebudayaan
kelima factor tersebut saling berkaitan erat oleh karena merupakan esensi sejak penegakan hukum itu,juga merupakan tolak ukur sejak efektivitas hukum.
jadi apabila semua factor itu telah terpenuhi barulah keadilan dalam masybirat dapat dirasakan sepenuhnya.karena mirip diketahui sesungguhnya keadilan ialah tujuan utama sejak penerapan hukum.berarti bersama adanya keadilan hukum itu diterima oleh masybirat umum dan barulah efektivitas hukum itu terwujud.
3.2.saran
bagi para penegak hukum dalam membuat peraturan perundang undangan wajar melihat terlebih dahulu dapat diterimakah hukum itu oleh masybirat dan sejauh mana peraturan itu menawarkan keadilan supaya terciptanya kesempurnaan hukum.
daptar pustaka
doyle, paul johnson, teori sosiologi klasik dan modern, terj. robert m.z. lawang, gramedia. jakarta: 1986
http://lawmetha.wordpress.com/2011/05/27/teori-efektivitas-soerjono-soekanto/.
http://taheggaalfath.blogspot.com/2011/09/efektivitas-hukum-dalam-masybirat.html
0 Response to "Makalah Efektivitas Hukum"
Post a Comment