Makalah Sosiologi tentang Penduduk,Komformitas dan Penyimpangan

iklan1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
          Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah swt. Berkat rahmat dan hidayat-Nya
yang telah memberi kami umur panjang sehingga dapat menyelesaikan makalah “Penduduk,Konformitas dan Penyimpangan” ini. Tak lupa pula kita sanjung sajikan shalawat beriring salam kepangkuan Nabi besar Muhammad saw. Yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
          Kami juga ingin berterima kasih kepada Dosen pembimbing kita (Bpk. ISWANDI S.Sos) yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang memotivasi kami untuk menyelesaikan makalah yang lebih baik lagi sangat diharapkan.
          Demikianlah hasil kerja (makalah) kami, semoga informasi yang ada di makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca dan juga kami pribadi. Lebih dan kurang kami mohon maaf.


                                                                             WASSALAM








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
PENDAHULUAN:a.penduduk……………………………………………………4
                              b.konformitas dan penyimpangan……………………………5
PENDUDUK: A.Perubahan Penduduk 6
                       B.Komposisi Penduduk.....................................................................7
                       C.Teori Malthus................................................................................8
                       D.Teori Transisi Demografi..............................................................8
                       E.Kebijaksanaan Kependudukan......................................................8
KONFORMITAS dan PENYIMPANGAN:
  A.Konformitas...................................................................................13
  B.Penyimpangan...............................................................................13
  C.Definisi Sosial Penyimpangan......................................................14
            D.Teori Mengenai Penyimpangan....................................................15
  E.Tipe-Tipe Kejahatan.....................................................................17                    
KESIMPULAN 20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22



PENDAHULUAN
Latar belakang
a.    penduduk
Para ahli soisologi mempelajari masalah kependudukan karena ilmu yang mempelajari  masalah kependudukan yaitu : demografi , dalam banyak perguruan tinggi diluar negeri merupakan program bagian pendidikan sosiologi. Bpkan bahkan pada tahun 1896 Durkheim telah menetapkan bahwa demografi menjadi satu pokok perhatian khusus dalam majalah sosiologi pertama yang ditegakkannya , L’Anee sociologique.
            Menurut smelser dan davis 1969 pertumbuhan demografi diawali pada abad ke 17 dan 18 dan pada waktu itu diberi nama political arithmetic. Perkembangan demografi sangat ditunjang oleh perkembangan sistem pencatatan dan sensus.
            Mengenai letak demografi dalam pohon ilmu di jumpai perbedaan pendapat.Ada yang berpendapat bahwa demografi merupakan suatu ilmu yang bersifat antardisplin karena melibatkan berbagai ilmu seperti ilmu ekonomi,psikologi,geografi,sosiologi,ilmu politik,matematika,biologi.namun ada juga yang berpendapat bahwa demografi merupakan suatu ilmu sosial karena gejala demografis di usahakan untuk di jelaskan dengan variabel sosial dan budaya.
            Biasanya para ahli membedakan antara demografi formal dan demografi sosial.Demografi formal (formal demography) melibatkan pengumpulan,analisis,da penyajian data mengenai penduduk.perhatian para ahli sosiologi lebih cenderung terpusat pada bagian demografi yang dinamakan demografi social (social demography),yang mempelajari saling keterkaitan antara variable-variabel sosiologi dengan variable demografi.
b.   Konformitas dan penyimpangan
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Definisi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain. Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentukinteraksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.Pada dasarnya, konformitas dilakukan karena dua alasan utama. Pertama, perilaku orang lain memberikan informasi yang bermanfaat; kedua, seseorang menyesuaikan diri karena ingin diterima secara sosial dan menghindari celaan.









PENDUDUK
A.PERUBAHAN PENDUDUK
Jumlah penduduk cenderung meningkat,tetapi dapat pula stabil dan bahkan menurun.Masalah besar,komposisi,distribusi,dan perubahan penduduk ini di pelajari para ahli demografi dengan mempelajari tingkat kelahiran,kematian,dan migrasi.
1.Kelahiran
Para ahli demografi telah mempelajari angka kelahiran (birth rate).salah satu indikatornya ialah angka kelahiran kasar (croud birthrate).Laju kelahiran ini di hitung dengan menghitung jumlah kelahiran hidup dalam satu tahun pada 1.000 penduduk pada pertengahan tahun.Data yang di laporkan pemerintah menunjukkan,misalnya,bahwa selama periode 1967-70 angka kelahiran kasar di Indonesia adalah 43,77 per seribu penduduk.Angka fertilitas (fertility rate) merupakan suatu indicator suatu jumlah rata-rata anak yang secara nyata di lahirkan hidup oleh seorang wanitadan dinyatakan dengan jumlah kelahirannya per 1000 wanita usia subur,sedangkan fecundity mengacu pada potensi biologis seorang wanita untuk melahirkan.
2.Kematian
Konsep lain yang di pakai untuk mengukur pertumbuhan penduduk ialah angka kematian kasar(crude deathrate atau mortality rate),yaitu jumlah kematian pada 1000 penduduk dalam satu tahun pada pertengahan tahun.Angka kematian kasar ( crude deathrate mortality rate ) yaitu jumlah kematian pada 1000 penduduk dsalam satu tahun pada pertengahan tahun.

3.Migrasi
            fa
ktor dasar lain yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk ialah perpindahan penduduk atau migrasi.bahwa dengan semakin meningkatnya industrialisasi biasanya jumlah penduduk yang pindah dari daerah pedesaan kedaerah perkotaan pun meningkat.Bertalian dengan beranekaragamnya bentuk migrasi maka biasa biasanya diadakan pembedaan antara berbagai jenis migrasi.antara lain:

1. Migrasi intern ( seperti urbanisasi dan transmigrasi )
2. Migrasi Internasional ( yang terbagi lagi atas imigrasi,yaitu perpindahan ke luar negeri,dan imigrasi,yaitu maksudnya migran dari luar negeri )

            Migrasi yang men
inggalkan suatu daerah dinamakan migrasi keluar ( out migration ) sedangkan migrasi yang memasuki suatu daerah dinamakan migrasi kedalam ( in migration ).Migrasi intern pun didorong oleh faktor serupa.Ditahun 50-an dikala banyak daerah pedesaan kita dilanda gangguan keamanan penduduk biasanya berduyun duyun berimigrasi ke daerah perkotaan.Migrasi orang desa ke kota pun didorong oleh faktor-faktor ekonomi seperti kemiskinan yang disertai dengan kesenjangan kesempatan belajar,kesempatan kerja dan tingkat penghasilan antara penduduk desa dan kota.Semenjak terjadinya kerusuhan dan gangguan keamanan di berbagai daerah di Indonesia seperti Aceh,Maluku,timor timur,dan Poso.Sejumlah besar penduduk telah mengungsi ke daerah lain dan menjadi apa yang oleh PBB kategorikan sebagai orang-orang yang tergusur didalam negeri ( IPD atau Internally displaced persons ).
            Faktor penarik atau pull factors yang menarik orang untuk berimigrasi kenegara lain pun dapat terdiri atas berbagai faktor seperti,system politik yang lebih menjamin kebebasan dan hak kewarganegaraan bagi tiap individu,Situasi keamanan yang lebih baik,dan faktor ekonomi seperti perekonomian yang lebih berkembang yang menawarkan lebih banyak kesempatan belajar dan kesempatan kerja serta penghasilan yang lebih tinggi daripada negara asal.

B.KOMPOSISI PENDUDUK
            Komposisi penduduk merupakan suatu konsep yang mengacu pada susunan penduduk menurut kriteria tertentu.Keyfitz dan Nitisastro ( 1964:28-35 ) misalnya,menyebutkan bahwa penduduk dapat disusun menurut berbagai ukuran seperti jenis kelamin,usia,pekerjaan,suku bangsa ,kebangsaan, pendidikan, tempat tinggal,dan penghasilan.

            Para ahli demografi membedakan antara lima bentuk atau model piramida penduduk.Piramida model pertama berdasar lebar serta slope ( kemiringan ) tidak curang atau datar dan menunjukkan tingkat kelahiran sangat tinggi,tingkat kematian sangat tinggi umur median rendah, dan angka beban tanggungan tinggi.
            Dibandingkan dengan model pertama,piramida model kedua berdasar relatif lebih lebar dan mempunyai slope lebih curam.Piramida demikian menunjukkan pertumbuhan penduduk yang cepat.Negara yang mempunyai piramida penduduk seperti ini ialah:Sri Lanka,Mexico,dan Brazilia.Model ketiga piramidanya bercirikan tingkat kelahiran maupun kematian yang rendah,contohnya di negara Eropa Barat.Model ke empat menunjukkan telah terjadinya penurunan kelahiran dan kematian dalam jangka panjang. 

C.TEORI MALTHUS
            Penduduk dunia berkembang dengan sangat pesat.Dua abad yang lalu hal ini telah menimbulkan suatu perdebatan yang hingga kini pun belum berakhir.perdebatan tersebut berkisar sekitar kemampuan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan makanan penduduk yang jumlahnya semakin meningkat itu.pada tahun 1798 Thomas Robert Malthus seorang pendeta Kristen yang hidup di Inggris menerbitkan suatu essay berjudul “ An essay on the principle of population “. Inti argument Malthus ialah bahwa jumlah penduduk berkembang menurut deret ukur sedangkan jumlah bahan makanan hanya dapat ditingkatkan menurut deret hitung,sehingga perkembangan penduduk yang tak terbendung akan akan terbentur pada keterbatasan penyediaan bahan makanan.Menurut Malthus,jumlah penduduk tidak dapat melewatidaya dukung sumber daya alam karena adanya berbagai mekanisme pencegah.

D.TEORI TRANSISI DEMOGRAFI
            Para ahli demografi mengamati bahwa dalam dua abad terakhir dinegara industry maju telah terjadi kesaling terkaitan tertentu antara industrialisasi dan tingkat kelahiran serta kematian.atas dasar itu mereka membuat teori yang dikenal dengan teori transisi demografi ( Demographic transition theory ) teori ini sebenarnya merupakan pula bantahan terhadap teori maltuhs karena memperlihatkian bahwa tingkat kelahiran dan tingkat kematian rendah dimungkinkan,dan bahwa keadaan dimana jumlah penduduk tidak berkembang ( zero population growth ) merupakan suatu hal yang dimungkinkan.

E.KEBIJAKSAAN KEPENDUDUKAN
Para ahli mengelompokkan kebijaksanaan kependudukan yang ada dalam dalam dua kelompok besar:

1. Kebijaksanaan Pronatal
            kebijaksanaan pronatal merupakan suatu kebijaksaan yang menunjang angka kelahiran tinggi.
Kebijaksanaan ini di anut di negara-negara yang pertumbuhan penduduknya menurun karena mengalami penurunan angka kelahiran sehingga pemerintahnya berpandang bahwa gejala ini merupakan masalah yang perlu di tanggulangi dengan kebijaksanaan pronatal.

2. Kebijaksanaan Antinatal
            kebijaksaan antinatal merupakan kebijaksanaan yang bertujuan membatasi tingkat kelahiran.Kebijaksaan antinatal di terapkan dengan berbagai cara seperti penetapan batas usia pernikahan,penetapan batas jumlah anak,anjuran memakai kontrasepsi untuk membatasi kelahiran.

           













Konformitas dan Penyimpangan
A.KONFORMITAS
            Konsep konformitas yang menjadi pokok bahasan bab ini berhubungan erat  dengan sosialisasi, sebab proses sosialisasi menghasilkan konformitas (conformity). Konsep yang oleh Jon M. Shepard didefinisikan sebagai “the type of social interaction in which an individual behaves toward others in ways expected by the group” (1984:115). Jadi konformitas merupakan bentuk interaksi yang didalamnya seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok. Sejak lahir orang tua kita berupaya agar kita berperilaku sesuai dengan jenis kelamin yang kita miliki. Bayi perempuan dan bayi laki-laki diperlakukan berbeda, diberi pakaian berbeda, diberi mainan berbeda. Melalui proses sosialisasi ini identitas diri jenis kelamin seorang anak ditanamkan, si anak konform terhadap peran sebagai anak perempuan atau anak laki-laki sesuai dengan harapan masyarakat.
            Pada umumnya kita cenderung bersifat konformis. Berbagai studi memperlihatkan bahwa manusia mudah dipengaruhi orang lain. Salah satu diantaranya ialah studi Muzafer Sherif menyimpulkan bahwa dalam situasi kelompok orang cenderung menbentuk suatu norma sosial (1996:89-112). Eksperimen tersebut memperlihatkan bahwa, setelah mengetahui pendapat orang lain, sejumlah individu yang semula memberikan pendapat sendiri kemudian terdorong untuk menjalankan konformitas, menyesuaikan diri dengan pendapat orang lain, meskipun diantaranya ada juga yang tetap bertahan pada pendiriannya.
Berikut ini akan di jelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi orang lain dalamkonformitas:
1.Kurangnya Informasi
Orang lain merupakan sumber informasi yang penting, sering kali mereka mengetahui sesuatu yang seseorang tidak ketahui, dengan melakukan apa yang mereka lakukan maka seseorang akan memperoleh manfaat dari pengetahuan mereka.
Oleh karena itu, tingkat konformitas yang didasarkan pada informasi ditentukan oleh dua aspek situasi: sejauhmana mutu informasi yang dimiliki orang lain tentang apa yang benar dan sejauhmana kepercayaan diri terhadap penilaian diri sendiri.
2.Kepercayaan terhadap Kelompok
Faktor utamanya adalah apakah individu mempercayai informasi yang dimiliki oleh kelompok atau tidak. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. Bila orang tersebut berpendapat bahwa kelompok selalu benar, dia akan mengikuti apapun yang dilakukan kelompok tanpa memperdulikan pendapatnya sendiri. Bila kelompok mempunyai informasi penting yang belum dimiliki individu konformitas akan semakin meningkat.
3.Kepercayaan Lemah terhadap Penilaian Sendiri
Kepercayaan dan keyakinan yang lemah pada kemampuan diri sendiri dapat meningkatkan sikap konformitas, hal ini disebabkan karena kurangnya informasi sehingga seseorang tidak menguasai suatu persoalan, dan tingkat kesulitan yang dibuat, semakin sulit penilaian tersebut, semakin besar kemungkinan seseorang akan mengikuti penilaian orang lain.
Sikap konformitas dapat diturunkan dengan cara meningkatkan kepercayaan individu terhadap penilaiannya sendiri karena kelompok bukan lagi merupakan sumber informasi yang unggul.
4.Rasa Takut terhadap Celaan Sosial
Alasan utama konformitas yang kedua adalah demi memperoleh persetujuan, atau menghindari celaan kelompok. Tetapi, sejumlah faktor akan menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan ini terhadap tingkat konformitas individu, antara lain:
1) Rasa takut terhadap penyimpangan
Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Seseorang tidak mau dilihat sebagai orang yang lain dari yang lain dan tidak ingin tampak seperti orang lain. Seseorang ingin agar kelompok tempat ia berada menyukainya dan memperlakukannya dengan baik, dan bersedia menerima keberadaannya.
Rasa takut akan dipandang sebagai orang yang menyimpang ini diperkuat oleh tanggapan kelompok terhadap perilaku penyimpang. Orang yang tidak mau mengikuti apa yang berlaku di dalam kelompok akan menanggung resiko mengalami akibat yang tidak menyenangkan.
2) Kekompakan Kelompok
Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi, alasannya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota yang lain, akan semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakuinya, dan semakin menyakitkan bila mereka mencelanya, sehingga kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila seseorang mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota kelompok tersebut.
Peningkatan konformitas ini terjadi karena anggotanya enggan disebut sebagai orang yang menyimpang. Orang menyesuaikan diri selain karena dua faktor utama yang telah di jelaskan di atas ada juga faktor-faktor lain yang mendukung individu untuk melakukan konformitas terhadap orang lain yaitu:
5.Kesepakatan Kelompok
Faktor yang sangat penting bagi timbulnya konformitas adalah kesepakatan pendapat kelompok. Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya.
Penurunan konformitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan disebabkan oleh beberapa faktor, yang pertama, tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat. Kedua bila anggota kelompok yang lain mempunyai pendapat yang sama, keyakinan individu terhadap pendapatnya sendiri akan semakin kuat.
Selain disebabkan oleh faktor-faktor di atas konformitas kelompok juga ada hubungannya dengan kontrol ekternal. Remaja yang kontrol eksternalnya lebih tinggi akan lebih peka terhadap pengaruh kelompok.













B.PENYIMPANGAN
          Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi (James vander zanden, 1979).
Meskipun masyarakat telah berusaha agar setiap anggota berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat, namun dalam tiap masyarakat kita selalu menjumpai adanya anggota yang menyimpang. Menjumpai adanya penyimpangan atau nonkonformitas, kita pasti akan menjumpai adanya anak perempuan yang berperilaku sebagai anak laki-laki, lebih suka berpakaian anak laki-laki, bergaul dengan anak laki-laki, bermain permainan “jantan” (sering disebut tomboy); sebaliknya pun ada anak laki-laki yang perilakunya mirip dengan perilaku anak perempuan, lemah lembut, bergaya bicara seperti anak perempuan, bermain dengan anak perempuan (sering disebut sissy).
Menurut kornblum (1989:202-204) disamping penyimpangan (deviance) dan penyimpang (deviant) kita menjumpai pula institusi menyimpang (deviant institution). Contoh yang disajikan Kornblum mengenai istitusi menyimpang ialah kejahatan terorganisasi (organized crime).


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_0wDjJEeX_tDzoSIx5t65Dv6F6-jW2qUJsMrkQShPib_Z2GIKwycGzq_W6i4hkcIC4m3pY2kD8H4svLNi_7I9zQrGfw0FYRJYPGmdoiX0kteJnnBRuZ-nopdzY-vcSE1Y5qkaR8J3ltI/s320/pi4.jpg
Gambar di atas merupakan contoh perilaku penyimpangan
faktor-faktor penyebab timbulnya perilaku yang menyimpang adalah sebagai berikut.
1.    Perbedaan status (kesenjangan) sosial antara si kaya dan si miskin yang sangat mencolok mengakibatkan timbulnya rasa iri dan dengki sehingga terjadilah tindak korupsi, manipulasi, dan kolusi.
2.    Banyaknya pemuda putus sekolah (drop out) dan pengangguran. Mereka yang tidak mempunyai keahlian tidak mungkin bisa bekerja di perkantoran, padahal mereka membutuhkan sandang, pangan, dan tempat tinggal. Akhirnya, mereka mengambil jalan pintas dengan menjadi pengamen atau pengemis jalanan.
3.    Kebutuhan ekonomi untuk serba berkecukupan, tanpa harus bersusah payah bekerja, mengakibatkan seseorang mengambil jalan pintas dengan cara mencuri, merampok, menodong, dan lain-lain.
4.    Keluarga yang berantakan (broken home) dapat menyebabkan adanya penyimpangan sosial. Sebagai pelampiasan, mereka melakukan kegiatan¬kegiatan yang sifatnya negatif seperti berjudi, narkoba, miras, terjun ke dalam kompleks prostitusi.
5.    Pengaruh media massa seperti adanya berita dan gambar-gambar serta siaran TV yang menyajikan tentang tayangan tindak kekerasan dan kriminalitas.

C.DEFINISI SOSIAL PENYIMPANGAN
            Menurut para ahli sosiologi penyimpangan bukan sesuatu yang melekat pada bentuk perilaku tertentu, melainkan diberi ciri penyimpangan melalui definisi sosial. Definisi tersebut dapat bersumber pada kelompok yang berkuasa dalam masyarakat, atau pun pada masyarakat umum. Pada tahun 60-an sejumlah besar pemuda-pemudi Amerika meninggalkan rumah orang tua mereka dan selanjutnya hidup mengembara atau hidup bersama tanpa nikah di permukiman tertentu dengan gaya hidup yang berbeda dengan gaya hidup keluarga Amerika pada umumnya. Para muda-mudi ini dikenal dengan nama “hippies”. Salah satu ciri kaum prianya ialah bahwa mereka membiarkan rambut mereka tumbuh sampai panjang.  Gaya rambut panjang ini kemudian ditiru oleh para pemuda dan mahasiswa Amerika lain dan menjadi sumber perdebatan karena banyak pihak menganggap pemeliharaan rambut panjang oleh laki-laki sebagai penyimpangan.
            Pendefinisian pemeliharaan rambut panjang oleh laki-laki sebagai penyimpangan dilakukan oleh penguasa yang tidak menyukai kebiasaan laki-laki untuk berambut panjang yang menurut mereka merupakan pengaruh negatif kebudayaan barat, khususnya kebiasaan kaum “hippies” di Amerika Serikat. Namun tidak ada sesuatu yang secara instrinsik terdapat pada rambut panjang laki-laki yang membuatnya sebagai hal tercela atau berada di luar batas toleransi. Di masa revolusi fisik kita, misalnya para pemuda yang berjuang melawan Belanda banyak yang berambut panjang, dan oleh warga masyarakat hal ini tidak dicela melainkan dipuji. Agama Sikh mewajibkan kaum laki-laki di kalangan umatnya untuk tetap memelihara rambutnya, dan pemotongan rambut dianggap sebagai pelanggaran ajaran agama. Dari contoh ini jelas bahwa tercela atau tidaknya suatu perbuatan tidak melekat pada perbuatan itu sendiri melainkan tergantung pada definisi sosial.

D.TEORI MENGENAI PENYIMPANGAN
            Dalam sosiologi dikenal berbagai teori sosiologi untuk menjelaskan mengapa penyimpangan terjadi. Ada teori yang mencoba menjelaskan penyimpangan dari segi mikrososiologi dengan mencari akar penyimpangan pada interaksi sosial, dan ada yang menjelaskannya dari segi makrososiologi dengan mencari sumber penyimpangan pada struktur sosial. Di samping itu ada teori lain, seperti teori biologi (antara lain teori Lombroso) dan teori psikologi (antara lain teori berlandaskan psikoanalisis Freud), yang juga berupaya menjelaskan mengapa seseorang melakukan penyimpangan.
            Teori differential association. Dalam mikrososiologi dikenal beberapa teori interaksi untuk menjelaskan penyimpangan. Salah satu di antaranya ialah teori Differential Association yang diciptakan oleh Edwin H. Sutherland. Menurut pandangan Sutherland penyimpangan bersumber pada differential association pada pergaulan yang berbeda. Penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya (cultural transmission). Melalui proses belajar ini, seseorang mempelajari suatu deviant subculture/suatu subkebudayaan menyimpang.
            Teori Labeling. Teori interaksi lain untuk menjelaskan penyimpangan ialah teori Labelling yang dipelopori Edwin M. Lemert. Menurut Lemert seseorang menjadi penyimpang karena proses labeling/pemberian julukan, cap, etiket, merek yang diberikan masyarakat kepadanya. Mula-mula seseorang melakukan suatu penyimpangan, yang oleh Lemert dinamakan penyimpangan primer (primary deviation). Sebagai tanggapan terhadap pemberian cap oleh orang lain maka si pelaku penyimpangan primer kemudian mendefinisikan dirinya dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi perbuatan menyimpangnya/melakukan penyimpangan sekunder (secondary deviation), sehingga mulai menganut suatu gaya hidup menyimpang (deviant life style) yang menghasilkan suatu karir menyimpang (deviant career).
            Teori Merton. Kalau Sutherland dan Lemert mengkaji penyimpangan yang terjadi pada jenjang mikro, yaitu pada jenjang interaksi sosial, maka Robert K. Merton (1965:131-194) mencoba menjelaskan penyimpangan sosial pada jenjang makro, yaitu pada jenjang struktur sosial. Menurut argumen Merton struktur sosial tidak hanya menghasilkan perilaku konformis, tetapi menghasilkan pula perilaku menyimpang, menciptakan keadaan yang menghasilkan pelanggaran terhadap aturan sosial, menekan orang tertentu ke arah perilaku nonkonform. Merton mengemukakan bahwa dalam struktur sosial dan budaya dijumpai tujuan, sasaran atau kepentingan yang didefinisikan oleh kebudayaan sebagai tujuan yang sah bagi seluruh ataupun sebagian anggota masyarakat. Menurut Merton struktur sosial menghasilkan tekanan ke arah anomie (strain toward anomie) dan perilaku menyimpang.
Merton mengidentifikasi 5 tipe cara adaptasi individu  terhadap situasi tertentu, yaitu :
1.       Konformitas (conformity)
2.       Inovasi (innovation)
3.       Ritualisme (ritualism)
4.       Retreatisme (retreatism)
5.       Pemberontakan (rebellion)

Teori fungsi Durkheim. Menurut Durkheim keseragaman dalam kesadaran moral semua anggota masyarakat tidak dimungkinkan; tiap individu berbeda satu dengan yang lain karena dipengaruhi secara berlainan oleh berbagai faktor seperti faktor keturunan, lingkungan fisik, dan lingkungan sosial. Dengan demikian orang yang berwatak penjahat akan selalu ada, dan kejahatan pun akan selalu ada. Durkheim bahkan berpandangan bahwa kejahatan perlu bagi masyarakat, karena dengan adanya kejahatan maka moralitas dan hukum dapat berkembang secara normal.
Teori Konflik. Penjelasan lain terhadap penyimpangan kita jumpai di kalangan penganut teori konflik Marx. Para penganut Marx mengemukakan bahwa kejahatan terkait erat dengan perkembangan kapitalisme. Menurut pandangan ini apa yang merupakan perilaku menyimpang didefinisikan oleh kelompok berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Para penganut teori Marx mengatakan bahwa hukum merupakan pencerminan kepentingan kelas yang berkuasa, dan bahwa sistem peradilan pidana mencerminkan nilai dan kepentingan mereka. Oleh sebab itu orang yang dianggap melakukan tindak pidana dan yang terkena hukuman biasanya lebih banyak terdapat di kalangan orang miskin; banyak perusahaan besar melakukan pelanggaran hukum tetapi tidak dituntut ke pengadilan.



E.TIPE-TIPE KEJAHATAN
          Para ahli sosiologi sering membuat klasifikasi yang berbeda dengan klasifikasi yang dianut masyarakat atau penegak hukum. Light, Keller, dan Calhoun (1989) membedakan antara kejahatan tanpa korban (crimes without victims), kejahatan terorganisasi (organized crime), kejahatan oleh orang terpandang dan berstatus tinggi yang dinamakan kejahatan kerah putih (white-collar crime), dan kejahatan yang dilakukan atas nama perusahaan yaitu kejahatan korporat (corporate crime).
            Menurut Light, keller, dan Calhoun tidak semua kejahatan mengakibatkan penderitaan pada korban sebagai akibat tindak pidana oleh orang lain. Kejahatan jenis ini, yang mereka namakan kejahatan tanpa korban (victimless crime), antara lain meliputi perbuatan seperti berjudi, penyalahgunaan obat bius, bermabuk-mabukan dan hubungan seks tidak sah yang dilakukan secara sukarela antara orang dewasa. Meskipun tidak membawa korban namun perbuatan demikian digolongkan sebagai kejahatan karena dianggap sebagai perbuatan tercela oleh masyarakat ataupun kelompok yang berkuasa.
            Kejahatan terorganisasi (organized crime) dirumuskan sebagai “a self-perpetuating, continuing conspiracy operating for profit or power, seeking to obtain immunity from the law through fear and corruption” (Abadinsky, 1981:4, dikutip dalam Light, Keller, dan Calhoun 1989:189). Jadi yang dimaksudkan ini ialah komplotan berkesinambungan untuk memperoleh uang atau kekuasaan dengan jalan menghindari hukum melalui penyebaran rasa takut atau melalui korupsi.
            Kejahatan terorganisasi transnasional (transnational organized crime) merupakan kejahatan terorganisasi yang melampaui batas negara yang dilakukan oleh organisasi-organisasi dengan jaringan global.
            White-collar crime (kejahatan kerah putih) merupakan suatu konsep yang diperkenalkan oleh Sutherland dan mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh orang terpandang atau orang berstatus tinggi dalam rangka pekerjaannya.
            Corporate crime (kejahatan korporat) merupakan jenis kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi formal dengan tujuan menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Karena tidak dilakukan oleh perseorangan melainkan oleh badan hukum, pelakunya tidak dapat dipidana.




https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSPyNfasLJja5oigPxLlfdty-1P5uXJQ9EVe4KoFhR0ogCxlMog                       https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTllqQkPVDwLY7z7tku7F3jjEXLJ5s6VExPAGgKWlCBUIV-k0lPUw
Gambar di atas merupakan salah satu kejahatan penyimpangan social.


Light, Keller dan Calhoun membedakan 4 jenis corporate crime yaitu :
1.       Kejahatan terhadap konsumen
Salah satu kejahatan terhadap konsumen ialah kasus biskuit tercemar racun yang terjadi di Indonesia pada tahun 1989. Karena bahan pemekar biskuit ammonium bikarbonat tertukar dengan sodium nitrit yang beracun, maka sekurang-kurangnya 20 orang konsumen meninggal dan ratusan korban memerlukan perawatan di rumah sakit.

2.       Kejahatan terhadap publik
Contoh ekstrem ialah kecelakaan di Bhopal, India, sewaktu pabrik bahan kimia mengeluarkan gas beracun yang menewaskan ribuan penduduk yang tinggal di sekitar pabrik.

3.       Kejahatan terhadap pemilik perusahaan
Ialah kegiatan memperkaya diri sendiri secara melawan hukum di pihak manajemen perusahaan yang merugikan para pemegang saham.

4.       Kejahatan terhadap karyawan
Merupakan suatu bentuk kejahatan oleh perusahaan. Dalam praktik ada pengusaha yang tidak memberikan alat pelindung memadai bagi para karyawan sehingga kesehatan para karyawan terancam.


            Giddens (1989) menyebutkan jenis kejahatan lain lagi: governmental crime, yaitu kesalahan moral oleh para pejabat pemerintah yang membawa dampak mengerikan. Dalam hubungan ini Giddens menyebutkan pula adanya instansi pemerintah yang justru melanggar berbagai hukum yang seharusnya ditegakkannya, dan bahkan terlibat dalam berbagai kejahatan.

            Dengan berkembangnya teknologi informasi, kini muncul suatu jenis kejahatan baru yang dinamakan cybercrime, yaitu kejahatan berupa penyebarluasan virus computer melalui internet dengan maksud mengubah ataupun merusak sistem informasi organisasi yang bergabung dengan internet.








PENUTUP
Kesimpulan
Pertumbuhan penduduk mempengaruhi pada perkembangan kebudayaan maupun masalah sosial dalam masyarakat. Perkembangan kebudayaan seperti meningkatnya pengetahuaan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adatistiadatdalam masyarakat. masalah sosial seperti kurangnya pangan, rendahnya pendidikan masyarakat dll. Cara mengatasi pembludakan pertumbuhan penduduk tersebut adalah dengan Membuat Undang-Undang yang jelas tentang umur minimum pernikahan, Program KB (keluarga berencana) dan sosialisasi pada masyarakat.
Pertumbuhan penduduk sebuah desa di pinggiran kota yang menyebabkan banyaknyak urban masuk pada desa yang telah menimbulkan berbagai persoalan di kawasan itu. Berbagai persoalan yang muncul antara lain, tata ruang desa kota yang tidak beraturan, kondisi lingkungan yang merosot, ketahanan pangan yang terancam, konflik sosial yang cenderung meluasdan di pertahankan oleh ekslufisitas kelompok di dalam komunitas itu dan ancaman tidak adanya mekanisme penyelesaian konflik yang baik. 
Hal tersebut yang mengakibatkan Berbagai persoalan muncul dan cenderung tidak terkendali atas terbentuknya suatu kawasan desa-kota yang tidak terencana dengan baik. Sebagai konsekwensi dari meluasnya wilayah-wilayah perkotaan adalah berkembangnya desa-desa di daerah pinggiran kota menjadi kawasan desa-kota. Fenomena ini hampir terjadi di berbagai kota di Indonesia dan hingga saat ini tidak ada suatu sistem perencanaan yang terpadu untuk mengatasi persoalan itu.   
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok yang ada. Tidak semua perilaku yang sesuai dengan norma kelompok terjadi karena ketaatan. Sebagian terjadi karena orang memang sekedar berperikalu sama dengan orang lain. Perilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh keinginan sendiri ini dinamakan konformitas.
Anggota sebuah kelompok dituntut bersifat konformis sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan kelompoknya atau dia akan dikeluarkan dari kelompok tersebut. Konformitas dalam sebuah kelompok akan menimbulkan pengaruh yang positif maupun negatif terhadap anggotanya, sehingga antar anggota dalam sebuah kelompok harus memahami dengan baik aturan yang ada dalam kelompok tersebut dan meminimalisir pengaruh negatif terhadap dirinya.




    Saran
Untuk mengatasi hal itu perlu adanya suatu perencanaan kawasan desa-kota yang menggunakan pendekatan kolaborasi yang memperhatikan kepentingan antar pihak baik kepentingan kota maupun desa. Di duga, persoalan perencanaan tata ruang perkotaan selama ini terus-menerus terjadi dan berulang karena bersifat top down atau mengabaikan aspek partisipasi warga desa dan warga kota. Artinya, perencanaan  suatu wilayah selama ini bersifat sebagai “bahan jadi” yang harus dilaksanakan oleh para pemangku yang terkait termasuk penduduk setempat. Padahal suatu perencanaan wilayah tidak akan berjalan dengan baik jika tidak ada mekanisme pendukungnya.
Pengelolahan bersama diantara perencanaan wilayah yaitu: pemerintaha daerah yang terkait, para pengembang, DPRD sebagai wakil aspirasi politik masyarakat dan pemangku-pemangku yang terkait beserta kelompok-kelompok masyarakat semestinya dilibatkan secara bersama-sama dalam merencanakan dan menjalankan suatu wilayah pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Mekanisme kolaborasi ini perlu dilembagakan, seprti dalam suatu forum perkotaan(urban forum), untuk memperkuat pemerintah daerah dalam merencanakan perluasan kota.
Agar dapat berkomunikasi dengan baik maka carilah suatu kelompok yang benar-benar mampu mengubah cara kita dalam berkomunikasi sehingga dengan begitu kita mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar dimana kita akan berada.
Untuk menghargai penyimpangan adalah dengan cara memahami, bukan dengan menyetujui apa yang dipahami oleh penyimpang. Sehingga ketika konformitas yang dilakukan, diharapkan dalam kerangka positif.









DAFTAR PUSTAKA
Sunarto ,Kamanto.1993.Pengantar Sosiologi:Penduduk dan Konformitas penyimpangan hlm.163-186.



0 Response to "Makalah Sosiologi tentang Penduduk,Komformitas dan Penyimpangan"

Post a Comment