iklan1
ILMU
FIQH DAN USHUL FIQH
Sejarah Pertumbuhan Ilmu Ushul Fiqh dan Fiqh
A. Fiqh Pada
masa nabi
Telah
di jelaskan bahwa fiqh adalah hasil penalaran seorang yang berkualitas mujtahid
atas Hukum Allah atau hukum hu
kum amaliah yang dihasilkan dari dalil dalilnya melalui penalaran atau ijtihad. Apabila penjelasan dari nabi yang berbentuk sunnah itu merupakan hasil penalaran atas ayat ayat hukum, maka apa yang dikemukakan nabi itu dapat disebut Fiqh atau lebih tepat di sebut “Fiqh Sunnah”
kum amaliah yang dihasilkan dari dalil dalilnya melalui penalaran atau ijtihad. Apabila penjelasan dari nabi yang berbentuk sunnah itu merupakan hasil penalaran atas ayat ayat hukum, maka apa yang dikemukakan nabi itu dapat disebut Fiqh atau lebih tepat di sebut “Fiqh Sunnah”
Pada
Masa Nabi dalam memberikan naseht atau menetapkan hukum suatu perkara selalu
menggunakan wahyu dan ilham dari Allah atau Al Qur’an, yang akhirnya menjelma
sebagai sunnah serta di kuatkan oleh ijtihad Fitri-Nya, tanpa memerlukan dasar
dasar dan kaedah kaedahuntuk mengisntimbatkan hukum.
Dapat
disimpulkan bahwa Fiqh sudah mulai ada sejak nabi masih hidup dengan pola
dengan sederhana sesuai dengan kesederhanaan kondisi masyarakat Arab yang
menjalankan Fiqh pada masa itu. Adapun contoh contoh Fiqh Nabi dalam beberapa
bidang hukum, yaitu
1.
Shalat
2.
Zakat
3.
Puasa
B. Fiqh Pada
Masa Sahabat
Wafatnya
Nabi Muhammad SAW maka sempurnalah turunnya dan berakhirnya ayat ayat Al Quran
dan Sunnah Nabi yang kemudian menjadikan suatu perubahan yang amat besar dalam
kehidupan masyarakat. Keimanan umat yang sudah tinggi dan kepatuhan terhadap
agama menuntut mereka untuk selalu menghubungkan tingkah lakunya sehari hari
dengan nilai agama. Para Sahabat juga berfatwa dan memberikan keputusan suatu
masalah menurut nash nash yang mereka pahami melalui penguasaannya dalam bahasa
arab. Mereka tidak memerlukan kaidah kaidah bahasa (Qaidah-Lughawiyah).
Untuk
menginstimbatkan hukum suatu peristiwa yang belum ada nashnya, mereka
menggunakan pengetahuannya yang mendalam tentang cara cara pembuatan undang
undang yang diperolehnya selama mereka bergaul dengan rasulullah.
C.
FIQH PADA MASA IMAM MUJTAHID
Sesudah masa sahabat, penetapan fiqh dengan
menggunakan sunnah dan ijtihad ini
Sudah begitu berkembang dan meluas. Dalam kadar
penerimaan dua sumber itu terlihat kecenderungan mengarah pada dua bentuk.
Yaitu :
1. Kelompok
yang dalam menetapkan hasil ijtihad lebih banyak menggunakan hadis Nabi
dibandingkan dengan menggunakan ijtihad, yang biasa disebut “ Ahl al-Hadist”
2. Kelompok
yang dalam menetapkan fiqh lebih banyak menggunakan sumber ra’yu atau ijtihad ketimbang Hadis yang biasa di sebut “Ahl al-Ra’yu”
Pada masa ini seluruh cara
berijtihad yang kita kenal sudah digunakan meskipun para ulama setiap daerah
memiliki warna masing-masing dalam berijtihad. Misalnya : Abu Hanifah dan
murid-muridnya di Irak selain Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma, lebih menekankan
penggunaan qiyas dan istihsan. Imam Malik di Hijaz selain
Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma, lebih menekankan penggunaan al-maslahah
al-mursalah.
Adapun sebab-sebab berkembangnya
ilmu fiqh dan bergairahnya ijtihad pada periode ini antara lain, adalah :
a.
Wilayah
Islam sudah sangat meluas ke Timur sampai ke Tiongkok dan ke Barat sampai
ke Andalusia(Spanyol sekarang) dengan jumlah rakyat yang banyak sekali,
kondisi ini mendorong para ulama untuk berijtihad agar bisa
menerapkan syari’ah untuk semua wilayah yang berbeda-beda
lingkungannya dan bermacam-macam masalah yang dihadapi.
b.
Para
ulama telah memiliki sejumlah fatwa dan cara berijtihad yang didapatkan dari
periode sebelumnya, serta Al-Qur’an telah tersebar di kalangan muslimin juga
Al-Sunnah sudah dibukukan pada permulaan abad ketiga hijriah.
c.
Seluruh
kaum muslimin pada masa itu mempunyai keinginan keras agar segala sikap dan
tingkah lakunya sesuai denga Syari’ah Islam baik dalam ibadah mahdhah maupun
dalam ibadah ghair mahdhoh(muamalah dalam arti luas). Mereka meminta fatwa
kepada para ulama, hakim dan pemimpin pemerintahan.
d.
Pada
periode ini dilahirkan ulama-ulama potensial untuk menjadi mujtahid.
Seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam al-Syafi’i dan Imam
Ibnu Hanbal beserta murid mereka masing-masing.
Hal-hal penting yang diwariskan periode ini kepada
periode beriktunya, antara lain :
·
Al-Sunnah
yang telah dibukukan, sebagian dibukukan berdasarkan urutan sanad hadist dan
sebagian lain dibukukan berdasarkan bab-bab fiqh. Disamping itu Al-Qur’an telah
lengkap dengan syakal.
·
Fiqh
telah dibukukan lengkap dengan dalil dan alasannya. Diantaranya Kitab
Dhahir al-Riwayah al-Sittah dikalangan mazhab Hanafi.
Kitab
Al-Mudawanah dalam mazhab Maliki, Kitab Al-’Umm di
kalangan mazhab al-Syafi’i, dan lain sebagainya.
·
Dibukukannya
Ilmu Ushul Fiqh. Para ulama mujtahid mempunyai warna masing-masing dalam
berijtihadnya atas dasar prinsip-prinsip dan cara-cara yang ditempuhnya.
Misalnya, Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwatha’ menunjukkan
adanya prinsip-prinsip dan dasar-dasar yang digunakan dalam berijtihad. Tetapi
orang yang pertama kali mengumpulkan prinsip-prinsip ini dengan sistematis dan
memberikan alasan-alasan tertentu adalah Muhammad bin Idris
al-Syafi’i dalam kitabnya Al-Risalah. Oleh karena itu beliau sebagai
pencipta ilmu Ushul Hadist
D.
FIQH DALAM PERIODE TAKLID
Bagi orang yang mengamati
perjalanan syariat islam pada fase ini, tentu akan mendapati bahwa jiwa
kemandirian sebagian para fuqoha sudah mati dan beralih kepada taklid , tanpa
ada semangat untuk mencari terobosan dan kreatifitas baru.Mereka telah
meletakkan diri pada ruang yang sempit ,yaitu ruang madzhab yang tidak boleh
dilewati apalagi dilompati, sehingga mereka hanya ikut-ikutan( Taqlid) saja.
Walaupun fase ini penuh dengan
semangat taqlid, namun sebenarnya masih ada beberapa ulama yang memiliki
kemampuan untuk berijtihad dan mengistinbatkan hukum seperti pendahulu mereka.
Akan tetapi, mereka sudah menutup celah itu dan merasa cukup dengan apa yang
sudah dilakukan oleh pendahulunya yaitu para ulama mazhab. Hal itu disebabkan
tingkat ketakwaan dan ke-wara’ an mereka sehingga lebih memilih berputar diatas
bahtera fiqih yang sudah ada. Diantara ulama-ulama tersebut adalah Abu Al Hasan
Al Karkhi, Abu Bakar Ar-Razi dari kalangan mazhab Hanafi, Ibnu Rusyd Al Qurthubi
dari mazhab Maliki, Al Juwaini Imam Al Haramain dan Al Ghazali dari kalangan
mazhab Syafi’i.
Dari penjelasan diatas, dapat kita
ketahui bahwa ada sebagian fuqoha yang memiliki kapasitas untuk memahami,
beristinbat, dan berijtihad secara mutlak, namun mereka lebih memilih untuk
ber-taklid dan mengikat pikiran mereka dengan semua prinsip serta masalah
cabang yang ada dalam mazhab.
E. REFORMASI
FIQH ISLAM
Dalam satu segi umat islam menginginkan kembali
kehidupannya diatur oleh hukum
Allah. Tetapi di sisi lain, kitab kitab Fiqh yang ada
pada waktu ini –Yang merupakan formulasi resmi dari hukum syara’- Belum
seluruhnya memenuhi keinginan umat islam, oleh karena kondisi sekarang yang
sudah jauh berbeda dengan kondisi ulama mujtahid ketika mereka memformulasikan
kitab Fiqh itu.
Keadaan
demikian itu mendorong para pemikir muslim untuk menempuh usaha reaktualisasi
hukum yang dapat menghasilkan formulasi fiqh yang baru, sehingga dapat menuntun
kehidupan keagamaan dan keduniaan umat islam, sesuai dengan persoalan zamannya.
0 Response to "Makalah Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh"
Post a Comment