iklan1
PELAKSANAAN
DEMOKRASI DI INDONESIA PADA MASA ORDE LAMA,ORDE BARU,DAN MASA REFORMASI
Pada masa Orde
lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi
dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi
politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi
sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masya
rakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa p
encarian
bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat
3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode
1950-1959, dan periode 1959-1966. Orde baru berkehendak ingin melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde
lama yang telah menyimpang dari Pancasila. Situasi internasional kala itu masih
diliputi konflik perang dingin. Situasi politik dan keamanan dalam negeri kacau
dan ekonomi hampir bangkrut. Indonesia dihadapkan pada pilihan yang sulit,
memberikan sandang dan pangan kepada rakyat atau mengedepankan kepentingan
strategi dan politik di arena internasional seperti yang dilakukan oleh
Soekarno.rakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa p
Seperti juga
Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde Lama, kini Orde Reformasi,
jika boleh dikatakan demikian, merupakan orde yang juga berupaya mengoreksi
penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan
dalam tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk
berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain.
Penegakan hukum sudah mulai lebih baik daripada masa Orba. Namun, sangat
disayangkan para elit politik yang mengendalikan pemerintahan dan kebijakan
kurang konsisten dalam penegakan hukum. Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi
kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu kreativitas
masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat primordialisme.
Benturan antar suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan antar daerah terjadi
dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara untuk
menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan.
Pelaksanaan
demokrasi pada masa Orde Lama:
a.
Masa demokrasi Liberal 1950-1959.Masa demokrasi liberal
presiden sebagai
lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif.
Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan
berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik demokrasi pada masa
ini dinilai gagal disebabkan: Dominannya partai politik; Landasan sosial
ekonomi yang masih lemah; Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti
UUDS 1950.
b. Atas dasar
kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Bubarkan konstituante;
Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950; Pembentukan MPRS dan DPAS
B.Masa demokrasi
Terpimpin 1959-1966.
Pengertian
demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No.
VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara
gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner
dengan berporoskan nasakom dengan ciri: Dominasi Presiden; Terbatasnya peran
partai politik; Berkembangnya pengaruh PKI; Penyimpangan masa demokrasi
terpimpin antara lain: Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak
yang dipenjarakan. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh
presiden dan presiden membentuk DPRGR; Jaminan HAM lemah; Terjadi sentralisasi
kekuasaan; Terbatasnya peranan pers; Kebijakan politik luar negeri sudah
memihak ke RRC (Blok Timur). Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30
September 1965 oleh PKI.
Pemahaman tentang orde lama,orde baru,dan
masa reformasi:
orde lama : sebutan bagi masa pemerintahan presiden Soekarno (sebutan ini muncul
tentunya pasca pemerintahannya).
orde baru : sebutan bagi masa pemerintahan presiden Suharto (sebutan ini muncul untuk
membedakan dengan pemerintahan sebelumnya yaitu masa presiden
Soekarno).pemerintahan orde lama berakhir setelah keluar Surat Perintah Sebelas
Maret 1966 yang dikuatkan dengan Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966.dengan inilah
maka demokrasi pancasila telah digunakan pada era orde baru
Masa reformasi : Kekuasaan orde baru sampai tahun 1998 dalam ketatanegaraan Indonesia
tidak mengamalkan nilai-nilai demokrasi sebagaimana yang terkandung dalam
pancasila dan UUD 1945.
Gerakan Reformasi telah membawa perubahan-perubahan dalam
bidang politik dan usaha penegakan kedaulatan rakyat,serta meningkatkan peran
serta masyarakat dan mengurangi dominasi pemerintah dalam kehidupan politik .
Jadi, meskipun
bangsa Indonesia telah berganti-ganti system demokrasi dan pemerintahan ,namun
pada akhirnya hingga sekarang system demokrasi yang digunakan adalah system
demokrasi Pancasila.
demokrasi
terpimpin: istilah yang dipopulerkan saat masa pemerintahan presiden
Soekarno,tepatnya setelah dekrit presiden 1959 kembali ke UUD 1945.Istilah Orde
Lama sebenarnya diciptakan oleh pemerintahan Suharto yang menamakan diri
sebagai Orde Baru.
Jadi pemerintahan
sebelum era Suharto pada tahun 1966 disebut Orde Lama, dimana selalu dicitrakan
kondisi yang kurang baik.Padahal kondisi yang sesungguhnya tidak selalu
demikian. Bukankan kemerdekaan Indonesia terjadi pada masa sebelum Orde
Baru.Memang dalam periode sebelum th. 1966, negara Indonesia adalah negara baru
yang sedang mencari bentuk jati dirinya, sehingga sering terjadi pergolakan,
pemberontakan. Dengan demikian pemerintahan dengan demokrasi terpimpin
nampaknya merupakan alternatif paling tepat.
Kebijakan
Pemerintah
Sejak pemerintahan
orde lama hingga orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran negara
tetap ada pada Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin yang
sangat kuat dalam setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka
seperti “manusia setengah dewa”). Namun tiap-tiap masa pemerintahan mempunyai
cirinya masing-masing dalam menjalankan arah kebijakan anggaran negara. Hal ini
dikarenakan untuk disesuaikan dengan kondisi: stabilitas politik, tingkat
ekonomi masyarakat, serta keamanan dan ketertiban.
Sistem
pemerintahan
Orde lama :
kebijakan pada pemerintah, berorientasi pada politik,semua proyek diserahkan
kepada pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme.
Orde baru : kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi sudah diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Orde baru : kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi sudah diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan.
Sebab, Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde Baru merupakan sistem kekuasaan
yang menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade. Betulkah
Orde Baru telah berakhir? Kita masih menyaksikan praktik-praktik nilai Orde
Baru hari ini masih menjadi karakter dan tabiat politik di negeri ini. Kita
masih menyaksikan koruptor masih bercokol di negeri ini. Perbedaan Orde Baru
dan Orde Reformasi secara kultural dan substansi semakin kabur. Mengapa semua
ini terjadi? Salah satu jawabannya, bangsa ini tidak pernah membuat garis
demarkasi yang jelas terhadap Orde Baru. Tonggak awal reformasi 11 tahun lalu
yang diharapkan bisa menarik garis demarkasi kekuatan lama yang korup dan
otoriter dengan kekuatan baru yang ingin melakukan perubahan justru
“terbelenggu” oleh faktor kekuasaan.Sistem politik otoriter (partisipasi
masyarakat sangat minimal) pada masa orba terdapat instrumen-instrumen
pengendali seperti pembatasan ruang gerak pers, pewadahunggalan organisasi profesi,
pembatasan partai poltik, kekuasaan militer untuk memasuki wilayah-wilayah
sipil, dll.
Orde reformasi :
pemerintahan tidak punya kebijakan (menuruti alur parpol di DPR), pemerintahan
lemah, dan muncul otonomi daerah yang kebablasan, demokrasi Liberal
(neoliberaliseme), tidak jelas apa orientasinya dan mau dibawa kemana bangsa
ini.
DENGAN Dekrit 5 Juli
1959, Soekarno membubarkan Konstituante yang bertugas merancang UUD baru bagi
Indonesia, serta memulai periode yang dalam sejarah politik kita disebut
sebagai “Demokrasi Terpimpin”. Peristiwa ini sangat penting, bukan saja karena
menandai berakhirnya eksperimen bangsa Indonesia dengan sistem demokrasi yang
liberal, tetapi juga tindakan Soekarno tersebut memberikan landasan awal bagi
sistem politik yang justru kemudian dibangun dan dikembangkan pada masa Orde
Baru.
Namun, di balik
kesan kuat adanya keterputusan antara “Orde Lama” dan “Orde Baru”, terdapat
pula beberapa kontinuitas yang cukup penting. Pertama, dua-duanya sangat anti
terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan disintegrasi teritorial Indonesia,
dua-duanya dapat dikatakan sangat “nasionalis” dalam hal itu. Dengan demikian,
baik Soekarno maupun Soeharto amat mementingkan retorika “persatuan” dan
“kesatuan”. Bahkan, sejak 1956, Soekarno sudah menuduh partai politik di
Indonesia pada waktu itu sebagai biang keladi terpecah-belahnya bangsa, dan
sempat mengajak rakyat untuk “mengubur” partai-partai tersebut dalam sebuah
pidato yang amat terkenal
DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA
A. KABINET MASA DEMOKRASI
LIBERAL
a. KABINET NATSIR (6 September
1950 – 21 Maret 1951)
Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Dipimpin Oleh : Muhammad
Natsir
Program
:
1. Menggiatkan usaha keamanan dan
ketentraman.
2. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan
susunan pemerintahan.
3. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi
rakyat.
5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian
Barat.
Hasil
:Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya
mengenai masalah Irian Barat.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
- Upaya memperjuangkan
masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).
- Timbul masalah keamanan
dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia,
seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah
mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950
mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen
sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
b. KABINET SUKIMAN (27 April
1951 – 3 April 1952)
Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
Dipimpin Oleh: Sukiman
Wiryosanjoyo
Program
:
1.
Menjamin keamanan dan ketentraman
2.
Mengusahakan kemakmuran rakyat dan
memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
3.
Mempercepat persiapan pemilihan
umum.
4.
Menjalankan politik luar negeri
secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
Hasil
:Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya saja
terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya
program Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan
untuk menjamin keamanan dan ketentraman
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
- Adanya Pertukaran
Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo
dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian
bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia
berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana
dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI
diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.
Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara
Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai
telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
- Adanya
krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada
setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
- Masalah
Irian barat belum juga teratasi.
- Hubungan
Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan
pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi
Selatan.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Muncul pertentangan dari Masyumi
dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet
tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus
mengembalikan mandatnya kepada presiden.
c. KABINET WILOPO (3 April 1952
– 3 Juni 1953)
Kabinet ini
merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para
pakar yang ahli dalam biangnya.
Dipimpin Oleh : Mr.
Wilopo
Program :
1.
Program dalam negeri
: Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR,
dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan
pemulihan keamanan.
2.
Program luar negeri : Penyelesaian
masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan
Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Hasil : -
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Adanya
kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang
eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
- Terjadi
defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih
setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar
untuk mengimport beras.
- Munculnya
gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan
bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana
dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
- Terjadi peristiwa
17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI
sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai
politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini
diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang
berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel
Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD
kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen
sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah
dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam
memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.
Keadaan ini menyebabkan muncul
demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu
TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen
dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.
Muncullah mosi tidak percaya dan
menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam
kebijakan KSAD.
Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna
menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
- Munculnya peristiwa
Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera
Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan
pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah
perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama
masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap
miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan
untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan
tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut
oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani
terbunuh.
Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara
aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan
di Sumatera Timur (Deli).
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat
Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan
mandatnya pada presiden.
d. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I
(31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU.
Dipimpin Oleh : Mr.
Ali Sastroamijoyo
Program
:
1.
Meningkatkan keamanan dan kemakmuran
serta segera menyelenggarakan Pemilu.
2.
Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3.
Pelaksanaan politik bebas-aktif dan
peninjauan kembali persetujuan KMB.
4.
Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil
:
- Persiapan
Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan
pada 29 September 1955.
- Menyelenggarakan
Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
- Menghadapi
masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti
DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
- Terjadi peristiwa
27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut
dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari
Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD
mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai
gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima
AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap
tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan
ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun
panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil
KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
- Keadaan
ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang
menunjukkan gejala membahayakan.
- Memudarnya
kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
- Munculnya
konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik
kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh
partai lainnya.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
e. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP
(12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Dipimpin
Oleh : Burhanuddin Harahap
Program
:
1.
Mengembalikan kewibawaan pemerintah,
yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada
pemerintah.
2.
Melaksanakan pemilihan umum menurut
rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
3.
Masalah desentralisasi, inflasi,
pemberantasan korupsi
4.
Perjuangan pengembalian Irian Barat
5.
Politik Kerjasama Asia-Afrika
berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil
:
- Penyelenggaraan
pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota
DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai
politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi.
Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu
PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
- Perjuangan
Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.
- Pemberantasan
korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi
militer.
- Terbinanya
hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
- Menyelesaikan
masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution
sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan
ketidaktenangan.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai.
Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga
kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada
parlemen yang baru pula.
f. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II
(20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin Oleh : Ali
Sastroamijoyo
Program
:
Program kabinet ini disebut Rencana
Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai
berikut.
1.
Perjuangan pengembalian Irian Barat
2.
Pembentukan daerah-daerah otonomi
dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
3.
Mengusahakan perbaikan nasib kaum
buruh dan pegawai.
4.
Menyehatkan perimbangan keuangan
negara.
5.
Mewujudkan perubahan ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,
- Pembatalan
KMB,
- Pemulihan
keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar
negeri bebas aktif,
- Melaksanakan
keputusan KAA.
Hasil
:Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari
periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh
perjanjian KMB.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
- Berkobarnya
semangat anti Cina di masyarakat.
- Muncul
pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah
pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer
seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara,
Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan
Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
- Memuncaknya
krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan
pembangunan di daerahnya.
- Pembatalan
KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal
pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat
ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
- Timbulnya
perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali
Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI
berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi
dan parlementer.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini
jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
g. KABINET DJUANDA ( 9 April
1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu
kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena
Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950.
Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.
Dipimpin Oleh : Ir.
Juanda
Program
:Programnya
disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet
Karya, programnya yaitu :
- Membentuk
Dewan Nasional
- Normalisasi
keadaan Republik Indonesia
- Melancarkan
pelaksanaan Pembatalan KMB
- Perjuangan
pengembalian Irian Jaya
- Mempergiat/mempercepat
proses Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah,
perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan
yang sangat buruk.
Hasil
:
- Mengatur
kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi
Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial.
Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah
Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan
bulat.
- Terbentuknya Dewan
Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan
pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai
ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
- Mengadakan Musyawarah
Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah.
Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah,
pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
- Diadakan
Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam
negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
- Kegagalan Menghadapi
pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini
menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya
pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
- Keadaan ekonomi dan
keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan.
Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
-
Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan
terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta
sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957.
Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam
kesatuan negara.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi
Terpimpin.
B. KEADAAN EKONOMI INDONESIA
MASA LIBERAL
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih
sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional
yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang menyebabkan keadaan
ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
1.
Setelah pengakuan kedaulatan dari
Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban
ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut
berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri
sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
2.
Defisit yang harus ditanggung oleh
Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
3.
3.
Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu
pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu
berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
4.
Politik keuangan Pemerintah
Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.
5.
Pemerintah Belanda tidak mewarisi
nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem
ekonomi nasional.
6.
Belum memiliki pengalaman untuk
menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan
secara memadai.
7.
Situasi keamanan dalam negeri yang
tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme
di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
8.
Tidak stabilnya situasi politik
dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi
keamanan semakin meningkat.
9.
Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan
program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan,
sementara program baru mulai dirancang.
10.
Angka pertumbuhan jumlah penduduk
yang besar.
Masalah jangka pendek yang harus
dihadapi pemerintah adalah :
1. Mengurangi jumlah uang yang beredar
2. Mengatasi Kenaikan biaya hidup.
Sementara masalah jangka panjang
yang harus dihadapi adalah :
1. Pertambahan penduduk dan tingkat
kesejahteraan penduduk yang rendah.
C. KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK
MENGATASI MASALAH EKONOMI MASA LIBERAL
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik
dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk
memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering).
Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya
tinggal setengahnya.
Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada
masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950
berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950
Tujuannya untuk
menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat
kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya
orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat
mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari
pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
2. Sistem Ekonomi Gerakan
Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik
Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan
pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri
perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial
menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya :
Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan
bantuan kredit.
Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi
maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program
Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953)
lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari
program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik
meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini
disebabkan karena :
Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi
dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara
hidup mewah.
Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara
cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya program ini menjadi
salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952
sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya
sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan
bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan
ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen
yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
3. Nasionalisasi De Javasche
Bank
Seiring
meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia
melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus
dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam
menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya adalah
untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan
penghematan secara drastis.
Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche
Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi
diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun
1951.
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq
Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet Ali I).Tujuan dari
program ini adalah
- Untuk
memajukan pengusaha pribumi.
- Agar
para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
- Pertumbuhan
dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak
ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
- Memajukan
ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non
pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan
sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina.
Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba,
Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung
jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki
jabatan-jabatan staf.
Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan
perusahaan-perusahaan asing yang ada.
Program ini tidak dapat berjalan
dengan baik sebab:
Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi
lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan
bebas.
Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
5. Persaingan Finansial Ekonomi
(Finek)
Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi
ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia
dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada
tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek,
yang berisi :
Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat
oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia
mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin
Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.
Tujuannya untuk
melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3
Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan
KMB.
Dampaknya :
Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha
pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6. Rencana Pembangunan Lima
Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang
silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan
terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program
jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan
membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang
Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka
panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini
berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan
dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November
1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional
Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan
baik disebabkan karena :
Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun
1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
7. Musyawarah Nasional
Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara
pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan
Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuandiadakan
Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana
pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana
pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena :
Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta
sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian
Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
INDONESIA MASA DEMOKRASI
TERPIMPIN (1959-1966)
21NOV
1.
DEKRIT PRESIDEN
Pelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5
Juli 1959.
Latar Belakang dikeluarkan dekrit
Presiden :
Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum
berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan
sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi
kehidupan masyarakat Indonesia.
Dekrit Presiden 1959 - Dimulainya
Masa Demokrasi Terpimpin
Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang
dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak
mempunyai pijakan hukum yang mantap.
Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.
Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah
gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.
Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara
sulit sekali untuk mempertemukannya.
Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara
agar tujuan partainya tercapai.
Demi menyelamatkan negara maka presiden melakukan tindakan mengeluarkan
keputusan Presiden RI No. 75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal dengan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Tujuan dikeluarkan dekrit adalah
untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk
menyelamatkan negara.
Isi Dekrit Presiden adalah sebagai
berikut.
a. Pembubaran konstituante
b. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya
kembali UUD 1945.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS
Reaksi dengan adanya Dekrit
Presiden:
Rakyat menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas
politik yang telah goyah selama masa Liberal.
Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden.
KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan
Dekrit Presiden.
DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk
melakanakan UUD 1945.
Dampak positif diberlakukannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga
tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda
pembentukannya.
Dampak negatif diberlakukannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45
yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan
pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara.
Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak
Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani.
Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.
B. PELAKSANAAN DEMOKRASI TERPIMPIN
Demokrasi Terpimpin berlaku di
Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.
Disebut Demokrasi terpimpin karena
demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden
Sukarno.
Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu
tangan saja yaitu presiden.
Tugas Demokrasi terpimpin :
Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak
setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih
mantap/stabil.
Demokrasi Terpimpin merupakan
reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena :ada
masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala
negara.Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya: Penataan
kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan
stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan
di tangan presiden).
Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin
:
Kebebasan partai dibatasi
Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan.Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD
1945.Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front
Nasional.
Penyimpangan-penyimpangan
pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut.
1. Kedudukan
Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di
bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945,
sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus
diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk
mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta
pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar
serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak
memimpin departemen.
2. Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan
Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebutbertentangan dengan UUD 1945 karena
Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara
harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat
memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.
Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat :
Setuju kembali kepada UUD 1945,
Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik.
Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah,
dan 200 orang wakil golongan.
Tugas MPRS
terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
3. Pembubaran
DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955
dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah.
Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden
membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua
anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh
presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah.
Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab
berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Tugas DPR GR adalah
sebagai berikut.
Melaksanakan manifesto politik
Mewujudkan amanat penderitaan rakyat
Melaksanakan Demokrasi Terpimpin
4. Pembentukan
Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk
berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh
Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12
orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil
golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan
presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.
Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah
pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena
DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari kemerdekaan
RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang
dikenal denganManifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan
sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang
Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
5. Pembentukan
Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden
No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang
memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD
1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi
nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional
dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah
sebagai berikut.
Menyelesaikan Revolusi Nasional
Melaksanakan Pembangunan
Mengembalikan Irian Barat
6. Pembentukan Kabinet Kerja
Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet
Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964
Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program
kabinet ini adalah sebagai berikut.
Mencukupi kebutuhan sandang pangan,Menciptakan keamanan negara,Mengembalikan
Irian Barat.
7. Keterlibatan
PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang
masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan
berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia.
Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan
pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan
ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk
menggalang persatuan bangsa.
Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham
berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan
melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom
mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama
saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak
Nasakom sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan
dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan
bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut
menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan
bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis.
Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah.
PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi
lemah terhadap TNI.
8. Adanya
ajaran RESOPIM
Tujuan adanya
ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah
untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada
peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.
Inti dari ajaran ini adalah
bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui
revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional
yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.
Dampak dari
sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi
negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian
pangkat menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri
seharusnya sebagai pembantu presiden.
9. Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia
TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan
Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan
dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang kedudukannya langsung berada di
bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial
politik Indonesia.
10. Pentaan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik
secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai
dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi
syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga
dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai.
Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah
terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan
tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa
demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan
pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai
tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut
resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.
11. Arah
Politik Luar Negeri
a. Politik
Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas
aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia
memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara
kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi
tersebut dilandasi oleh pandangan tentangNefo (New Emerging
Forces) dan Oldefo (Old Established Forces)
Nefo merupakan
kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner
(termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme
dan kolonialisme.
Oldefo merupakan
kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis
dan imperialis (Nekolim).
Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom
Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum
internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis.
b. Politik
Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini
disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi
Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan
Indonesia dan negara-negara blok Nefo.
Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat
(Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.
Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim
Inggris.
Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan
Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri
Malaysia.
c. Politik
Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa
Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh
dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek
besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada
kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan
biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya
GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan
pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi
asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab
Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
d. Politik
Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika
yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur.
Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan
bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin.
Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik
Indonesia di dunia sudah cukup maju.
GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan
kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik
dalam skala nasional dan internasional.
Besarnya kekuasaan Presiden dalam
Pelaksanaan demokrasi terpimpin tampak
dengan:
a. Pengangkatan
Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil
ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI
yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
b. Pidato
presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus
1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol)
ditetapkan sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September
1959.
c. Inti
Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia).
Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
d. Pengangkatan
Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden
seumur hidup.
e. Pidato
presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi
dan politik luar negeri.
f. Presiden
berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di
antara TNI dengan Parpol.
g. Presiden
mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan
Operasi Tertinggi (KOTI).
C. SISTEM EKONOMI DEMOKRASI
TERPIMPIN
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun
mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari
demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat
pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang
ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Pembentukan
Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)
Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka
dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959
dipimpin oleh Moh. Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang.
Tugas Depernas :
Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana
Menilai Penyelenggaraan Pembangunan
Hasil yang dicapai, dalam
waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan Dasar Undang-undang
Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969 yang disetujui
oleh MPRS.
Mengenai masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan dan pembangunan
proyek besar dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan
lancar sesuai harapan.
1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan
Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
Tugas Bappenas adalah
Menyusun rencana jangka panjang dan rencana tahuanan, baik nasional maupun
daerah.Mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan.Menyiapkan serta menilai
hasil kerja mandataris untuk MPRS.
2. Penurunan
Nilai Uang (Devaluasi)
Tujuan dilakukan Devaluasi :
Guna membendung inflasi yang tetap tinggi,Untuk mengurangi jumlah uang yang
beredar di masyarakat,Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak
dirugikan.
Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah
mengumumkan keputusannya mengenai penuruan nilai uang (devaluasi), yaitu
sebagai berikut.
a. Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500
menjadi Rp. 50
b. Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000
menjadi Rp. 100
c. Pembekuan semua simpanan di bank
yang melebihi Rp. 25.000
Tetapi usaha pemerintah tersebut
tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin jauh, terutama perbaikan
dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak mematuhi
sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
Pada masa
pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah tetapi
tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki
uang. Hal ini disebabkan karena :
Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat
pergolakan daerah yang menyebabkan ekspor menurun.
Pengambilalihan perusahaan
Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja manajemen yang
cakap dan berpengalaman.
Pengeluaran biaya untuk
penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang mengeluarkan kekuatan
untuk membebaskan Irian Barat.
3. Kenaikan
laju inflasi
Latar Belakang meningkatnya laju
inflasi :
Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami
kemerosotan.
Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan.,Anggaran belanja mengalami
defisit yang semakin besar.Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah
yang ada.Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan
dan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil.Penertiban
administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan tak
memberikan banyak pengaruh.Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang
dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut
disebabkan karena:
Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam
melakukan pengeluaran.
Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar
seperti GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of
the New Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar
pengeluarannya pada setiap tahunnya.
Dampaknya :
Inflasi semakin bertambah tinggi
Harga-harga semakin bertambah tinggi
Kehidupan masyarakat semakin terjerpit
Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan
neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa.
Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.
1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo negatif
sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan
negara-negara barat.
Kebijakan pemerintah :
Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah
dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat
angka inflasi.
13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan
uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1.
Dampaknya dari kebijakan pemerintah
tersebut :
Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama
akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat
lebih tinggi dari uang rupiah baru.
Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan
meningkatnya angka inflasi.
4. Deklarasi
Ekonomi (Dekon)
Latar belakang dikeluarkan Deklarasi Ekonomi adalah karena:
Berbagai peraturan dikeluarkan pemerintah untuk
merangsang ekspor (export drive) mengalami kegagalan, misalnya Sistem
Bukti Ekspor (BE)
Sulitnya memperoleh bantuan modal dan tenaga dari luar negri sehingga
pembangunan yang direncanakan guna meningkatkan taraf hidup rakyat tidak dapat
terlaksana dengan baik.
Sehingga pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan
landasan baru guna perbaikan ekonomi secara menyeluruh yaitu Deklarasi
Ekonomi (DEKON) dengan 14 peraturan pokoknya.
Dekon dinyatakan sebagai strategi dasar ekonomi Terpimpin Indonesia yang
menjadi bagian dari strategi umum revolusi Indonesia.
Strategi Dekon adalah
mensukseskan Pembangunan Sementara Berencana 8 tahun yang polanya telah
diserahkan oleh Bappenas tanggal 13 Agustus 1960.
Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa sistem
ekonomi Indonesia adalah Berdikari yaitu berdiri
diatas kaki sendiri.
Tujuan utama dibentuk Dekon adalah
untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari
sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan
cara terpimpin.
Pelaksanaannya,
Peraturan tersebut tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah
inflasi
Dekon mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia
Kesulitan-kesulitan ekonomi semakin mencolok, tampak dengan adanya kenaikan
harga barang mencapai 400 % pada tahun 1961-1962.
Beban hidup rakyat semakin berat.
Kegagalan Peraturan Pemerintah
disebabkan karena:
Tidak terwujudnya pinjaman dari International
Monetary Fund (IMF) sebesar US$ 400 juta.
Adanya masalah ekonomi yang muncul karena pemutusan hubungan dengan
Singapura dan Malaysia dalam rangka kasi Dwikora.
Politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara barat semakin memperparah
kemerosotan ekonomi Indonesia.
5. Meningkatkan
Perdagangan dan Perkreditan Luar Negeri
Pemerintah membangkitkan ekonomi agraris atau pertanian, sebab kurang lebih
80% penduduk Indonesia hidup dari bidang pertanian. Hasil pertanian tersebut
diekspor untuk memperoleh devisa yang selanjutnya digunakan untuk mengimpor
berbagai bahan baku/ barang konsumsi yang belum dihasilkan di Indonesia.
Jika Indonesia tidak mampu memperoleh keuntungan maka akan mencari bantuan
berupa kredit luar negeri guna memenuhi biaya import dan memenuhi kebutuhan
masyarakat di dalam negeri. Sehingga Indonesia mampu memeprbesar komoditi
ekspor, dari eksport tersebut maka akan digunakan untuk membayar utang luar
negeri dan untuk kepentingan dalam negeri. Dengan bantuan kredit tersebut
membuka jalan bagi perdagangan dari negara yang memeberikan pinjaman kepada
Indonesia.
6. Kebijakan
lain pemerintah
a. Pembentukan
Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP)
Dikeluarkan peraturan tanggal 17 April 1964 mengenai
adanya Komando Tertinggi Operasi Ekonomi(KOTOE) dan Kesatuan
Operasi (KESOP) dalam usaha perdagangan.
b. Peleburan
bank-bank negara
Presiden berusaha mempersatukan semua bank negara ke dalam satu bank
sentral sehingga didirikan Bank Tunggal Milik Negara berdasarkan Penpres No. 7
tahun 1965.
Tugas bank tersebut adalah sebagai bank sirkulasi, bank sentral, dan bank
umum.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka dilakukan peleburan bank-bank negara
seperti Bank Koperasi dan Nelayan (BKTN), Bank Umum Negara, Bank Tabungan
Negara, Bank Negara Indonesia ke dalam Bank Indonesia.
Dibentuklah Bank Negara Indonesia yang
terbagi dalam beberapa unit dengan tugas dan pekerjaan masing-masing.
Tindakan itu menimbulkan spekulasi dan penyelewengan dalam penggunaan uang
negara sebab tidak ada lembaga pengawas.
Kegagalan pemerintah dalam
menanggung masalah ekonomi, disebabkan karena:
Semua kegiatan ekonomi terpusat sehingga kegitan ekonomi mengalami penuruan
yang disertai dengan infasi.
Masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi
diatasi dengan cara-cara politis.
Kemenangan politik diutamakan sedangkan kehidupan ekonomi diabaikan
(politik dikedepankan tanpa memperhatikan ekonomi).
Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangana antara satu
peraturan dengan peraturan yang lainnya.
Tidak ada ukuran yang objektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari
suatu usaha.
Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah urus.
Kebrangkutan tidak dapat dikendalikan, Masyarakat mengalami kesulitan
hidup, kemiskinan, dan kriminalitas.
D. PERJUANGAN MEMBEBASKAN IRIAN
BARAT
Ada 3 bentuk perjuangan dalam rangka pembebesan Irian Barat : Diplomasi,
Konfrontasi Politik dan Ekonomi serta Konfrontasi Militer.
1. Perjuangan
Diplomasi
Ditempuh guna menunjukkan niat baik Indonesia
mandahulukan cara damai dalam menyelesaikan persengketaan. Perjuangan tersebut
dilakukan dengan perundingan. Jalan diplomasi ini sudah dimulai sejakkabinet
Natsir (1950) yang selanjutnya dijadikan program oleh setiap kabinet.
Meskipun selalu mengalami kegagalan sebab Belanda masih menguasai Irian Barat
bahkan secara sepihak memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan Belanda.
Perjuangan secara diplomasi ditempuh dengan 2 tahap, yaitu
e. Secara
bilateral, melalui perundingan dengan belanda.
Berdasarkan perjanjian KMB masalah Irian Barat akan diselesaikan melalui
perundingan, setahun setelah pengakuan kedaulatan. Pihak Indonesia menganggap
bahwa Belanda akan menyerahkan Irian Barat pada waktu yang telah ditentukan.
Sementara Belanda mengartikan perjanjian KMB tersebut bahwa Irian Barat hanya
akan dibicarakan sebatas perundingan saja, bukan diserahkan. Berdasarkan alasan
tersebut maka Belanda mempunyai alasan untuk tetap menguasai Indonesia.
Akhirnya perundingan dengan Belanda inipun mengalami kegagalan.
f. Diplomasi
dalam forum PBB, yaitu dengan membawa masalah Indonesia-Belanda ke
sidang PBB. Dilakukan sejak Kabinet Ali Sastroamijoyo I, Burhanuddin Harahap,
hingga Ali Sastroamijoyo II.
Dikarenakan penyelesaian secara diplomatik mengalami kegagalan dan karena
adanya pembatalan Uni Indonesia-Belanda secara sepihak maka Indonesia sejak
1954 melibatkan PBB dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.
Dalam sidang PBB Indonesia berupaya meyakinkan bahwa masalah Irian Barat
perlu mendapatkan perhatian Internasional. Alasan Indonesia adalah karena
masalah Irian Barat menunjukkan adanya penindasan suatu bangsa terhadap hak
bangsa lain.
Upaya melalui forum PBB pun tidak berhasil karena mereka menganggap masalah
Irian Barat merupakan masalah intern antara Indonesia-Belanda. Negara-negara
barat masih tetap mendukung posisi Belanda. Indonesia justru mendapat dukungan
dari negara-negara peserta KAA di Bandung yang mengakui bahwa Irian Barat
merupakan bagian dari Negara Kesatuan republik Indonesia.
2. Perjuangan
Konfrontasi Politik, Ekonomi dan Militer
Karena perjuangan diplomasi baik bilateral maupun dalam forum PBB belum
menunjukkan hasil sehingga Indonesia meningkatkan perjuangannya dalam bentuk
konfrontasi. Konfrontasi dilakukan tetapi tetap saja melanjutkan diplomasi
dalam sidang-sidang PBB. Konfrontasi yang ditempuh yaitu konfrontasi politik
dan ekonomi, serta konfrontasi militer.
Konfrontasi militer terpaksa dilakukan setelah Belanda tidak mau
berkompromi dengan Indonesia.
a. Konfrontasi
Politik dan Ekonomi
Konfrontasi ekonomi dilakukan
oleh pemerintah Indonesia terhadap aset-aset dan kepentingan-kepentingan
ekonomi Belanda di Indonesia. Konfrontasi ekonomi tersebut sebagai berikut.
1) Tahun 1956 secara
sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB, diumumkan pembatalan utang-utang RI
kepada Belanda.
2) Selama tahun 1957 dilakukan
:
Pemogokan buruh di perusahaan-perusahaan Belanda
Melarang terbitan-terbitan dan film berbahasa Belanda
Melarang penerbangan kapal-kapal Belanda
Memboikot kepentingan-kepentingan Belanda di Indonesia
3) Selama tahun 1958-1959 dilakukan
:
Nasionalisasi terhadap ± 700 perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia
Mengalihkan pusat pemasaran komoditi RI dan Rotterdam (Belanda) ke Bremen,
Jerman.
Konfrontasi Politik dilakukan
melalui tindakan sebagai berikut.
1) Tahun 1951,
Kabinet Sukiman menyatakan bahwa hubungan Indonesia dengan Belanda merupakan
hubungan bilateral biasa, bukan hubungan Unie-Statuut.
2) Tanggal 3 Mei 1956,
pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II, diumumkan pembatalan semua hasil KMB.
3) Pada tanggal 17
Agustus 1956 dibentuk provinsi Irian Barat dengan ibukotanya kotanya
di Soa Siu (Tidore) dan Zaenal Abidin Syah (Sultan Tidore) sebagai gubernurnya
yang dilantik tanggal 23 September 1956. Provinsi Irian Barat meliputi : Irian,
Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile.
4) 18 November
1957 terjadi Rapat umum pembebasan Irian Barat di Jakarta.
5) Tahun 1958, Pemerintah
RI menghentikan kegiatan-kegiatan konsuler Belanda di Indonesia. Pemecatan
semua pekerja warga Belanda di Indonesia
6) Tanggal 8 Februari
1958, dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat.
7) Tanggal 17 Agustus
1960 diumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda.
b. Konfrontasi
Militer
Dampak dari tindakan konfrontasi politik dan ekonomi tersebut maka tahun
1961 dalam Sidang Majelis Umum PBB terjadi perdebatan mengenai masalah Irian
Barat.
Diputuskan bahwa Diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker bersedia menjadi
penengah dalam perselisihan antara Indonesia dan Belanda.
Bunker mengajukan usul yang dikenal dengan Rencana
Bunker, yaitu :
1. Pemerintah Irian Barat harus diserahkan
kepada Republik Indonesia.
2. Setelah sekian tahun, rakyat Irian Barat
harus diberi kesempatan untuk menentukan pendapat apakah tetap dalam negara
Republik Indonesia atau memisahkan diri.
3. Pelaksanaan penyelesaian masalah Irian
Barat akan selesai dalam jangka waktu dua tahun.
4. Guna menghindari bentrokan fisik antara
pihak yang bersengketa, diadakan pemerintah peralihan di bawah pengawasan PBB
selama satu tahun.
Indonesia menyetujui
usul itu dengan catatan jangka waktu diperpendek.
Pihak Belanda tidak
mengindahkan usul tersebut bahkan mengajukan usul untuk menyerahkan Irian Barat
di bawah pengawasan PBB. Selanjutnya PBB membentuk negara Papua dalam jangka
waktu 16 tahun.
Jadi Belanda tetap tidak ingin Irian Barat menjadi bagian dari Indonesia.
Keinginan Belanda tersebut tampak jelas ketika tanpa persetujuan PBB, Belanda
mendirikan negara Papua, lengkap dengan bendera dan lagu kebangsaan.
Tindakan Belanda tersebut tidak melemahkan semangat bangsa Indonesia.
Indonesia menganggap bahwa sudah saatnya menempuh jalan kekuatan fisik
(militer).
Perjuangan melalui jalur militer
ditempuh dengan tujuan untuk:
Menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam memperjuangankan apa pun yang
memang menjadi haknya.
Menunjukkan kesungguhan dan memperkuat posisi Indonesia.
Menunjukkan sikap tidak kenal menyerah dalam merebut Irian Barat.
Persiapan pemerintah untuk
menggalang kekuatan militer adalah :
Pada Desember 1960, mengirimkan misi ke Uni Soviet untuk membeli senjata
dan perlengkapan perang lainnya.
KSAD mengunjungi beberapa negara, seperti India, Pakistan, tahiland,
Filipina, Australia, Selandia Baru, Jerman, Perancis, dan Inggris untuk
menjajaki sikap negara-negara tersebut bila terjadi perang antara Indonesia
dengan Belanda.
Tindakan persiapan Indonesia tersebut dianggap oleh Belanda sebagai upaya
untuk melaklukan Agresi. Sehingga Belanda kemudian memperkuat armada dan
angkatan perangnya di Irian Barat dengan mendatangkan kapal induk Karel Dorman.
Maka Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Sukarno mengumumkan Tri
Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta yang telah dirumuskan oleh Dewan
Pertahanan Nasional. Peristiwa ini menandai dimulainya secara resmi konfrontasi
militer terhadap Belanda dalam rangka mengembalikan Irian Barat ke pangkuan ibu
pertiwi.
Isi Trikora adalah sebagai berikut.
1) Gagalkan Pembentukan Negara boneka papua buuatan
Belanda
2) Kibarkan Sang merah Putih di Irian Barat, Tanah
air Indonesia
3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna
mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Selanjutnya, diadakan rapat Dewan Pertahanan Nasional
dan Gabungan Kepala Staf serta Komamndo Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Keputusan
dari rapat tersebut adalah sebagai berikut.
Dibentuk Provinsi Irian Barat gaya baru yang beribu kota di Jayapura(zaman
Belanda bernama Hollandia) dengan putra Irian sebagai gubernurnya.
Tanggal 11 Januari 1962 dibentuk Komando Tertinggi dan
Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di Makassar yang
langsung di bawah ABRI dengan tugas merebut Irian Barat. Tugas Komando
Mandala adalah sebagai berikut.
Menyelenggarakan operasi Militer untuk membebaskan Irian Barat. Operasi
militer tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu penyusupan (infiltrasi),
serangan besar-besaran (eksploitasi), dan penegakan kekuasaan Republik
Indonesia (Konsolidasi).
Menggunakan segenap kekuatan dalam lingkungan Republik Indonesia untuk
membebaskan Irian Barat. Kekuatan itu terdiri atas tentara regulerdan suka
relawan maupun berbagai potensi perlawanan rakyat lainnya
Tanggal 13 Januari 1962, Brigadir Jendral Suharto dilantik sebagai Panglima
Mandala dengan pangkat Mayor Jendral, beliau juga merangkap sebagai Deputi KSAD
untuk wilayah Indonesia bagian timur.
Sebelum konsolidasi yang dilakukan oleh Komando Mandala selesai, Tanggal 15
Januari 1962 terjadi pertempuran di Laut Aru. Dalam pertempuran tersebut Deputi
KSAL Komodor Yos Sudarso gugur.
c. Konfrontasi
Total
Sesuai dengan perkembangan situasi Trikora diperjelas
dengan Instruksi Panglima Besar Komodor Tertinggi Pembebasan Irian Barat No.1
kepada Panglima Mandala yang isinya sebagai berikut.
Merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer dengan
tujuan mengembalikan wilayah Irian Barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia.
Mengembangkan situasi di Provinsi Irian Barat sesuai dengan perjuangan di
bidang diplomasi dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya di Wilayah Irian
Barat dapat secara de facto diciptakan daerah-daerah bebas atau ada unsur
kekuasaan/ pemerintah daerah Republik Indonesia.
Strategi yang disusun oleh Panglima
Mandala guna melaksanakan instruksi tersebut.
a. Tahap
Infiltrasi (penyusupan) (sampai akhir 1962),
yaitu dengan memasukkan 10 kompi di sekitar sasaran-sasaran tertentu untuk
menciptakan daerah bebas de facto yang kuat sehingga sulit dihancurkan oleh
musuh dan mengembangkan pengusaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian
Barat.
b. Tahap
Eksploitasi (awal 1963),
yaitu mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan dan
menduduki semua pos-pos pertahanan musuh yang penting.
c. Tahap
Konsolidasi (awal 1964),
yaitu dengan menunjukkan kekuasaan dan menegakkan kedaulatan Republik
Indonesia secara mutlak di seluruh Irian Barat.
Pelaksanaannya Indonesia menjalankan tahap infiltasi, selanjutnya
melaksanakan operasi Jayawijaya, tetapi sebelum terlaksana pada 18 Agustus 1962
ada sebuah perintah dari presiden untuk menghentikan tembak-menembak.
d. Akhir
Konfrontasi
Surat perintah tersebut dikeluarkan setelah
ditandatangani persetujuan antara pemerintah RI dengan kerajaan Belanda
mengenai Irian Barat di Markas Besar PBB di New York pada tanggal 15 Agustus
1962 yang selanjutnya dikenal dengan Perjanjian New York. Delegasi
Indonesia dipimpin oleh Menlu Subandrio sementara itu Belanda dipimpin oleh Van
Royen dan Schuurman. Kesepakatan tersebut berisi.
1) Kekuasaan pemerintah di
Irian Barat untuk sementara waktu diserahkan pada UNTEA(United
Nations Temporary Executive Authority)
2) Akan diadakan PERPERA (Penentuan
Pendapat Rakyat) di Irian Barat sebelum tahun 1969.
Untuk menjamin Keamanan di Irian Barat dibentuklah
pasukan penjaga perdamaian PBB yang disebut UNSF(United Nations
Security Force) yang dipimpin oleh Brigadir Jendral Said Udin Khan dari
Pakistan.
Berdasarkan Perjanjian New York proses untuk
pengembalian Irian Barat ditempuh melalui beberapa tahap, yaitu :
1. Antara 1
Oktober -31 Desember 1962 merupakan masa pemerintahan UNTEA bersama
Kerajaan Belanda.
2. Antara 1
Januari 1963- 1 Mei 1963 merupakan masa pemerintahan UNTEA bersama RI.
3. Sejak 1 Mei
1963, wilayah Irian Barat sepenuhnya berada di bawah kekuasaan RI.
4. Tahun 1969 akan
diadakan act of free choice, yaitu penentuan pendapat rakyat
(Perpera).
Penentuan Pendapat rakyat (Perpera) berarti rakyat diberi kesempatan untuk
memilih tetap bergabung dengan Republik Indonesia atau Merdeka.
Perpera mulai dilaksankan pada tanggal 14 Juli 1969 di
Merauke sampai dengan 4 Agustus 1969 di Jayapura.Hasil Perpera tersebut
adalah mayoritas rakyat Irian Barat menyatakan tetap berada dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hasil Perpera selanjutnya dibawa oleh Diplomat
PBB, Ortis Sanz (yang menyaksikan setiap tahap Perpera) untuk
dilaporkan dalam sidang Majelis Umum PBB ke-24.
Tanggal 19 November 1969, Sidang Umum PBB mengesahkan hasil Perpera
tersebut.
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah
kehadiran Allah SWT mudah – mudahan dengan berkat kudurah dan iradah serta
maunah Nya makalah ini telah dapat di selesaikan sebagai mana mestinya. Salawat dan salam
keharibaan Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing dan menuntung kita
dari kebodohan kepada ilmu pengetahuan.
Makalah
ini di susun guna memenuhi syarat dalam rangka menyelesaikan tugas pelajaran
Ppkn pada Madrasah ‘Aliyah Negeri Model Banda
Aceh.
Atas
bantuan bimbingan serta dorongan dari kawan – kawan dan berbagai pihak,
alhamdulillah makalah ini telah dapat di selesaikan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini di sampaikan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada Bapak yunizar selaku pembimbing / Guru pengasuh yang telah
memberikan pengarahan, dan petunjuk dalam penulisan makalah ini.
Dari
lubuk hati yang paling dalam kami juga menyampaikan penghargaan dan terima
kasih kepada bapak dan ibu yang mengasuh kami sejak kecil dan abang – abang
serta kakak – kakak kami tercinta yang telah memberikan dorongan dan berbagai
bantuan utnuk menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya
dengan penuh kesadaran, penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan bahkan tidak tertutup
kemungkinan terjadi kesalahan dan kesilafan. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat di harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
Banda
Aceh,11 SEPTEMBER 2012
(Penulis)
0 Response to "Makalah Tentang Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Pada Masa Orde Lama,Orde Baru dan Masa Reformasi."
Post a Comment